Muhammad Farrel Arkan,
PERKENALKAN, saya Igor, baru saja pensiun dari sebuah pekerjaan di salah satu perusahaan swasta. Untuk mengisi waktu, saya tertarik untuk membangun sebuah panti jompo yang bersifat nirlaba di Kota Bogor. Terkait itu, saya pernah mendengar bahwa terdapat insentif pajak yang membuat suatu lembaga sosial dapat terbebas dari pengenaan pajak penghasilan (PPh).
Pertanyaan saya, Apakah panti jompo termasuk ke dalam lembaga sosial yang dapat memanfaatkan keringanan tersebut? Jika iya, bagaimana cara mendapatkannya? Terima kasih.
Igor, Bogor
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Bapak Igor. Pada dasarnya, pemerintah terus berusaha mendukung perkembangan lembaga sosial agar dapat terus berkontribusi positif untuk masyarakat. Salah satu dukungan yang diberikan adalah dengan memberikan keringanan PPh. Simak ‘Memaknai Perlakuan PPh Lembaga Sosial Keagamaan dalam UU Cipta Kerja’.
Bagaimana bentuk keringanan PPh yang berlaku untuk lembaga sosial tersebut? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat merujuk pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 (UU PPh).
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf p UU PPh, suatu jenis penghasilan yang diperoleh lembaga sosial —dalam hal ini disebut sebagai sisa lebih— dapat dikecualikan dari pengenaan PPh. Lantas, apakah panti jompo bisa mendapatkan insentif tersebut? Jika bisa, bagaimana caranya?
Mari kita pahami terlebih dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan ‘sisa lebih’. Terkait dengan hal ini, kita dapat merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022).
Berdasarkan Pasal 16 ayat (2) PP 55/2022, sisa lebih merupakan selisih lebih dari penghitungan seluruh penghasilan lembaga sosial (selain penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh), dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut (biaya 3M).
Sebagai contoh, suatu lembaga sosial mendapatkan penghasilan yang dikenai PPh nonfinal sejumlah Rp100 juta dalam satu tahun. Kemudian, biaya operasional penyelenggaraan kegiatan sosial yang dikeluarkannya adalah Rp80 juta dalam satu tahun. Dalam hal ini, sisa lebih yang diperoleh lembaga tersebut adalah Rp20 juta. Angka Rp20 juta itulah yang dimaksud untuk dikecualikan dari objek PPh.
Namun demikian, tidak berarti serta-merta seluruh lembaga sosial yang memperoleh sisa lebih sesuai definisi Pasal 16 ayat (2) PP 55/2022 dapat dikecualikan dari pengenaan PPh. Sebab, tidak seluruh lembaga sosial bisa memanfaatkan insentif tersebut. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar lembaga sosial dapat memanfaatkan keringanan yang ditawarkan.
Untuk dapat mengetahui persyaratan yang harus dipenuhi, kita dapat merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (PMK 18/2021).
Dapat diketahui dari beleid tersebut bahwa terdapat dua kelompok persyaratan yang harus dipenuhi, yakni persyaratan subjektif dan objektif. Dari segi persyaratan subjektif, perlu diperhatikan mengenai pemenuhan karakteristik dari lembaga sosial tersebut. Dalam konteks pertanyaan Bapak, perlu diketahui bahwa panti jompo termasuk dalam lembaga sosial yang bisa mendapatkan insentif pengecualian PPh atas sisa lebih sesuai Pasal 48 ayat (5) huruf b PMK 18/2021.
Kendati demikian, perlu diperhatikan bahwa terdapat tiga karakteristik yang harus melekat pada panti jompo sebagai suatu lembaga agar dapat memenuhi persyaratan subjektif sesuai Pasal 48 ayat (5) jo. ayat (1) PMK 18/2021. Berikut adalah tiga karakteristik yang harus melekat pada lembaga tersebut:
Apabila ketiga karakteristik persyaratan subjektif sudah terpenuhi, persyaratan berikutnya yang perlu dipenuhi adalah persyaratan objektif. Persyaratan tersebut berkaitan dengan ketentuan penggunaan kembali sisa lebih yang harus dipatuhi oleh pihak panti jompo agar bisa mendapatkan insentif pengecualian PPh.
Setidaknya terdapat tiga ketentuan dalam menggunakan sisa lebih yang harus dipatuhi tersebut. Pertama, sisa lebih digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana sosial paling sedikit sebesar 25% dari jumlah sisa lebih yang diterima atau diperoleh sesuai Pasal 48 ayat (1) PMK 18/2021.
Kedua, dalam hal terdapat sisa dari penggunaan sisa lebih sebagaimana dimaksud pada poin pertama, sisa lebih ditempatkan sebagai dana abadi sesuai Pasal 48 ayat (2) PMK 18/2021. Perlu diperhatikan bahwa sisa lebih dapat dialokasikan dalam bentuk dana abadi apabila memenuhi dua syarat kumulatif sesuai Pasal 49 ayat (2) berikut:
Ketiga, pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana serta pengalokasian dalam bentuk dana abadi —sebagaimana disebutkan pada poin pertama dan kedua— dilakukan paling lama dalam jangka waktu 4 tahun sejak sisa lebih diterima atau diperoleh sesuai Pasal 48 ayat (3) PMK 18/2021.
Apabila seluruh persyaratan subjektif dan objektif telah terpenuhi maka sisa lebih yang diterima atau diperoleh panti jompo sebagai lembaga dapat dikecualikan dari pengenaan PPh. Selanjutnya, perlu diingat bahwa pihak panti jompo nantinya harus membuat laporan jumlah sisa lebih yang digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana serta yang dialokasikan dalam bentuk dana abadi sesuai Pasal 50 ayat (1) PMK 18/2021.
Laporan tersebut disampaikan setiap tahun kepada kepala kantor pelayanan pajak (KPP) tempat panti jompo terdaftar sebagai lampiran surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Lebih lanjut, pihak panti jompo juga diharuskan membuat catatan mengenai rincian penggunaan sisa lebih yang dilengkapi dengan bukti pendukung sesuai Pasal 50 ayat (4) PMK 18/2021.
Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)