Ilustrasi.
MATARAM, DDTCNews - Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah menggodok perubahan skema tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB Amry Rakhman mengatakan perubahan skema tarif PBBKB perlu dilakukan untuk mencegah kebocoran. Dia menyampaikan skema tarif yang berlaku saat ini kurang efektif dalam mengoptimalkan penerimaan.
"Sejatinya penerapan tarif PBBKB per sektor sangat berpotensi terjadinya kekeliruan dalam pengenaan PBBKB," katanya dikutip pada Rabu (29/9/2021).
Amry menjelaskan tarif PBBKB di NTB ditetapkan berdasarkan sektor dengan beban pajak maksimal sebesar 5%. Menurutnya, skema ini hanya dipakai oleh 11 provinsi di Indonesia.
Sementara itu, 23 provinsi menerapkan tarif tunggal PBBKB yang berkisar pada rentang 7,5% hingga 10%. Dia mengungkapkan dengan tarif tunggal dapat meningkatkan efisiensi penerimaan dan mengurangi potensi kehilangan penerimaan pajak.
Oleh karena itu, Bappenda mengusulkan perubahan skema tarif berdasarkan sektor berubah menjadi tarif tunggal. Amry memastikan beban pajak tidak berubah karena tetap dengan tarif sebesar 5% yang berlaku untuk semua sektor.
"Penyesuaian terhadap tarif dari 5% per sektor menjadi 5% flat memperhatikan kondisi perekonomian yang masih mengalami kontraksi akibat Covid-19 serta memberikan atensi terhadap sektor industri yang merupakan salah satu sektor unggulan yang akan terus dikembangkan," terangnya.
Amry menyebutkan penerimaan PBBKB di NTB merupakan salah satu komponen penting pendapatan asli daerah (PAD). Pada tahun lalu kontribusi PBBKB kepada PAD mencapai Rp254,1 miliar.
"Potensi ini akan terus di genjot dengan mengefektifkan kinerja dan mengurangi potensi kehilangan [loss]," imbuhnya. (sap)