Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Realisasi penerimaan pajak nonmigas pada Januari 2019 tercatat melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (21/2/2019).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak nonmigas pada Januari 2019 senilai Rp79,7 triliun atau hanya tumbuh 7% secara tahunan. Pertumbuhan ini tercatat melambat jika dibandingkan dengan capaian Januari 2018 sebesar 12%.
Pajak penghasilan (PPh) nonmigas tercatat senilai Rp49,8 triliun atau tumbuh 19,1%. Namun, pajak pertambahan nilai (PPN) hanya senilai Rp29,3 triliun. Capaian PPN ini terkontraksi 9,2% dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu Rp32,2 triliun.
Performa ini disebabkan menciutnya kontribusi penerimaan sektor manufaktur dari tahun lalu 30% menjadi 20,8%. Penerimaan dari sektor ini juga tercatat mengalami penurunan sebesar 16,2%. Turunnya kinerja dari sektor manufaktur ini disebut-sebut efek dari restitusi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada lonjakan pengajuan restitusi hingga 40,66%. Hal ini menekan kinerja PPN dan PPnBM yang pada gilirannya mempengaruhi performa penerimaan pajak nonmigas secara keseluruhan.
“Untuk sektor manufaktur ini tentu yang perlu kami perhatikan,” katanya.
Selain itu beberapa media nasional juga menyoroti rencana pemerintah merevisi Peraturan Menteri Keuangan No. 107/PMK.03/2017 terkait dengan controlled foreign companies (CFC). Otoritas berharap regulasi yang baru bisa diluncurkan pada Maret 2019.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan koreksi penerimaan dari manufaktur – yang pada akhirnya membuat penerimaan pajak nonmigas melambat – tidak menggambarkan lesunya sektor tersebut. Menurutnya, ada implikasi koreksi penerimaan PPN akibat restitusi.
Realisasi pertumbuhan pendapatan negara pada Januari 2019 sebesar 6,24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara, realisasi belanja tercatat tumbuh 10,34%. Sri Mulyani mengatakan lebih lambatnya pertumbuhan pendapatan ketimbang belanja karena efek penguatan nilai tukar rupiah dan pelemahan harga minyak.
Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengaku optimistis akan ada kenaikan penerimaan pada bulan-bulan mendatang. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, menurut dia, ada peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat saat pesta demokrasi. Hal ini akan berdampak positif pada penerimaan pajak.
Dalam regulasi baru CFC nantinya, pemerintah bakal mengubah dasar pengenaan deemed dividend. Awalnya, dasar pengenaan adalah laba setelah pajak Badan Usaha Luar Negeri (BULN) nonbursa terkendali. Nantinya, dasar pengenaan menjadi jumlah neto setelah pajak atas penghasilan tertentu BULN nonbursa terkendali.
Selain itu, cakupan penghasilan tertentu akan diatur. Penghasilan berupa dividen, penghasilan berupa dividen, bunga sewa, royalti dan keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta dengan penambahan pengaturan terkait penghasilan bunga dan sewa.
Ketua Tim Percepatan Pengembangan Homestay Desa Wisata Kementerian Pariwisata Anneke Prasyanti mengatakan ada pajak berganda yang menjadi disinsentif bagi pelaku usaha homestay. Apalagi, tarif pajak daerah juga berbeda-beda.
Beberapa jenis pajak yang dimaksud adalah pajak hotel 10% dari penghasilan, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2), pajak penerangan jalan, dan pajak air tanah. Dia meminta agar perlakuan pajak yang berganda ini dihapus untuk mendukung target adanya 1.000 unit kamar homestay desa wisata pada 2019. (kaw)