UNIVERSITAS MERCU BUANA

Pakar: Pemulihan Penerimaan Pajak Tidak Secepat Pemulihan Ekonomi

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 17 Juni 2020 | 14:00 WIB
Pakar: Pemulihan Penerimaan Pajak Tidak Secepat Pemulihan Ekonomi

Tangkapan layar saat sesi pemaparan materi oleh Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji.

JAKARTA, DDTCNews – The great lockdown akibat Covid-19 diprediksi dapat menimbulkan dampak yang lebih parah ketimbang krisis keuangan global pada 2008. Oleh karena itu, mempelajari pola krisis ekonomi dan tax ratio secara global yang pernah terjadi penting dilakukan.

Hal ini diungkapkan oleh Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji dalam kuliah umum bertajuk “Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Penerimaan Pajak Negara: Tantangan, Peluang dan Strategi Untuk Masa yang Akan Datang’ yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mercu Buana.

“Kita dapat mengamati bagaimana economic cycle berpengaruh pada tax ratio, baik pada saat dan setelah terjadi krisis. Jangan-jangan, ada pola tertentu yang terjadi dan dapat dijadikan sebagai tuntunan untuk memetakan dan memprediksi prospek pajak di masa mendatang,” ungkap Bawono, Rabu (17/6/2020)

Baca Juga:
Soal Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara, Menko Sampaikan Ini

Dalam konteks fiskal di Indonesia, sambung dia, dibutuhkan banyak stimulus ketika perekonomian sedang melambat. Oleh karena itu, secara jangka pendek kebijakan fiskal cenderung ekspansif dengan memberi beragam relaksasi pemungutan dan tingginya belanja sebagai stimulus.

Lebih lanjut, Bawono menjabarkan enam jenis kurva pola pemulihan krisis dan penerimaan pajak mulai dari kurva Z, kurva V, kurva U, kurva Nike, Kurva W, dan kurva L. Kurva tersebut kemudian disandingkan dengan delapan studi kasus pola penerimaan pajak pada saat krisis guna memberikan gambaran lebih detail. Mulai dari krisis minyak 1973, krisis Asia 1998, hingga krisis Ebola 2013.

Berdasarkan studi kasus yang ada, Bawono menyebut terdapat dua simpulan yang dapat diambil. Pertama, pemulihan dari penerimaan pajak atau tax ratio umumnya tidak secepat pemulihan ekonomi. Kedua, jenis krisis, dampak, dan kematangan dari sistem pajak sangat berpengaruh pada kecepatan pemulihan pola penerimaan pajak. Sebagai ilustrasi, jika krisis berdampak bagi perubahan struktur ekonomi dan pengangguran yang meningkat drastis, pola penerimaan pajak akan semakin sulit kembali ke pola sebelum krisis.

Baca Juga:
Demi Kejar Penerimaan, Pemkot Bentuk Tim Gerebek Pajak

“Terdapat bermacam-macam skenario untuk melakukan pemulihan, tapi kata kuncinya jangan sampai kita kehilangan basis pajak dan semoga kita bisa kembali ke titik awal sebelum pandemi,” ujar Bawono.

Bawono kemudian menguraikan strategi pajak jangka menengah yang dapat disusun pemerintah ketika pemungutan pajak perlu kembali dioptimalkan. Hal tersebut juga perlu memperhatikan kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih.

“Terdapat dua strategi jangka menengah yang perlu kita garis bawahi. Pertama, memperluas basis pajak tanpa mendistorsi basis pajak terbesar. Kedua, mengurangi tax gap baik segi policy gap maupun compliance gap,” jelas Bawono

Baca Juga:
Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Secara lebih terperinci, Bawono menjabarkan empat agenda pajak jangka menengah yang dapat dilakukan pemerintah. Pertama, reformasi yang berfokus pada undang-undang di bidang pajak. Kedua, memperkuat administrasi pajak. Ketiga, mengubah paradigma relaksasi. Keempat, perluasan basis pajak.

Bawono juga memerinci sembilan prediksi lanskap perpajakan Indonesia pasca-Covid-19. Mulai dari konsolidasi fiskal, postur penerimaan dan kebijakan pajak, koreksi penyebab krisis, regulasi baru dan reformasi pajak, peningkatan kompetisi pajak, terobosan kebijakan hingga lanskap kepatuhan pajak.

“Sebagai penutup, mengutip pendapat dari Bapak Darussalam [Managing Partner DDTC] memang saat ini harus ada langkah yang luar biasa di area pajak sehingga kita perlu melakukan terobosan-terobosan tertentu,” pungkas Bawono.

Adapun acara yang diadakan secara daring ini dimoderatori oleh Ketua Tax Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana Waluyo. Dalam kesempatan ini, Waluyo juga berterima kasih kepada DDTC atas kerjasamanya untuk mengisi kuliah tamu hari ini. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 23 April 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Soal Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara, Menko Sampaikan Ini

Senin, 22 April 2024 | 18:00 WIB KOTA BENGKULU

Demi Kejar Penerimaan, Pemkot Bentuk Tim Gerebek Pajak

Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Jumat, 19 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara Masuk Draf RKP 2025

BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 18:50 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Simpan Pinjam Modal Rp5 Miliar, Lapkeu Wajib Diaudit AP

Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB KPP MADYA TANGERANG

Lokasi Usaha dan Administrasi Perpajakan WP Diteliti Gara-Gara Ini

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024