JAGDISH BHAGWATI
'Pajak untuk Mengompensasi Negara yang Kehilangan SDM unggul'
Redaksi DDTCNews | Senin, 06 April 2020 | 15:28 WIB
'Pajak untuk Mengompensasi Negara yang Kehilangan SDM unggul'

EKONOM Jagdish Bhagwati bukanlah nama yang asing di telinga sebagian orang. Pria kelahiran Bombay 85 tahun lalu itu adalah ahli ekonomi di bidang perdagangan internasional, globalisasi, dan ekonomi pembangunan. Sebagian besar kariernya dihabiskan sebagai dosen sekaligus profesor ekonomi di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Columbia University.

Dia menganggap dirinya sebagai contoh nyata dari fenomena brain drain – emigrasi sumber daya manusia (SDM) berkualitas – dari negara berkembang ke negara maju. Meninggalkan India untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di AS sejak 1968, ia menjadi profesor ekonomi di MIT.

Baginya, brain drain didorong oleh adanya perbedaan yang signifikan atas kesempatan kerja, penghasilan, dan kehidupan yang layak antara negara berkembang dan maju. Ini menjelaskan mengapa sekitar 8-10% dari penduduk Afrika dan Amerika Latin yang berpendidikan universitas justru beremigrasi ke negara-negara OECD.

Baca Juga:
Aturan dan Putusan Pajak India Sering Jadi Referensi, Ini Penyebabnya

Alhasil, negara berkembang akhirnya dirugikan karena tidak mampu mempertahankan SDM unggul di dalam negeri. Padahal, SDM merupakan faktor penting agar suatu negara bisa melakukan lompatan pembangunan ekonomi.

Kondisi itulah yang mendorongnya membuat proposal suatu pajak untuk mengompensasi negara yang kehilangan SDM unggulnya. Proposal ini kerap disebut brain drain tax atau Bhagwati tax.

Embrio proposal ini dimulai pada 1972 dan sifatnya berevolusi antarwaktu. Secara sederhana, Bhagwati tax akan dipungut oleh host country kepada pekerja imigran yang berasal dari negara berkembang dengan tarif sebesar 10%-15% (surtax) dari penghasilannya. Lalu, hasil pemungutan pajak itu ditransfer ke negara berkembang asal imigran tersebut.

Baca Juga:
Investor Perlu Tahu Iklim Pajak Domestik, Alih Bahasa Aturan Mendesak

Selain dipercaya dapat mengompensasi kerugian yang diterima oleh negara berkembang, Bhagwati tax juga bermaksud mengurangi fenomena brain drain. Pasalnya, penerimaan dari Bhagwati tax bisa dipergunakan oleh negara berkembang untuk membuka kesempatan ekonomi, lapangan kerja, serta kehidupan sosial yang lebih baik.

“Pajak untuk mengompensasi negara berkembang yang kehilangan SDM unggul,” ungkapnya.

Menariknya, Bhagwati turut berpendapat bahwa prospek terbaik penerapan proposalnya adalah dengan mengadopsi global tax system ala Amerika Serikat yang menganut citizenship-based taxation.

Baca Juga:
DDTC ITM Sajikan Informasi Perpajakan Secara Simpel dan Praktis

Dengan kata lain, merujuk kepada cara AS, menganggap warga negaranya di manapun berada sebagai subjek pajak dalam negeri (resident). Dengan menggunakan kewarganegaraan sebagai nexus pemajakan maka keterkaitan atas skilled migration dengan home country akan tetap dipertahankan hingga perubahan status kewarganegaraan.

Ide ini kerap dikritik karena hanya AS-lah satu-satunya negara yang berhasil menegakkan model extraterritorial tax system tersebut. Negara lain yang pernah mencobanya, seperti halnya Eritrea dan Filipina, gagal di tengah jalan.

Pengalaman tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan Bhagwati tax sangat bergantung derajat hegemoni ekonomi suatu negara, yang jelas-jelas sulit dimiliki negara berkembang. Selain itu, tanpa adanya koordinasi internasional – terutama atas pemungutan dan pertukaran informasi pemajakan –, Bhagwati tax sulit diimplementasikan.*


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 14 Februari 2023 | 17:51 WIB LITERASI PAJAK Aturan dan Putusan Pajak India Sering Jadi Referensi, Ini Penyebabnya
Selasa, 14 Februari 2023 | 16:43 WIB LITERASI PAJAK Investor Perlu Tahu Iklim Pajak Domestik, Alih Bahasa Aturan Mendesak
Selasa, 14 Februari 2023 | 15:19 WIB LITERASI PAJAK DDTC ITM Sajikan Informasi Perpajakan Secara Simpel dan Praktis
Minggu, 05 Februari 2023 | 10:00 WIB SPANYOL Bank di Negara Ini Ramai-Ramai Tolak Kebijakan Windfall Tax
BERITA PILIHAN
Minggu, 26 Maret 2023 | 15:00 WIB PLH DIREKTUR EKSEKUTIF INDONESIA MINING ASSOCIATION DJOKO WIDAJATNO 'Kalau Devisa Hasil Ekspor Ditahan Sampai 30 Persen, Ini Memberatkan'
Minggu, 26 Maret 2023 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH Ketentuan Bagi Hasil Pajak Provinsi dalam UU HKPD
Minggu, 26 Maret 2023 | 10:30 WIB PENEGAKAN HUKUM Tegakkan Hukum, Ditjen Pajak Sita Harta Kekayaan Sampai Rp315 Miliar
Minggu, 26 Maret 2023 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH Atasi Piutang PNBP, Kemenkeu Perluas Penerapan Sistem Blokir Ini
Minggu, 26 Maret 2023 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PERPAJAKAN Barang Impor Ini Dapat Fasilitas, Laporan Realisasinya Bisa via Email
Minggu, 26 Maret 2023 | 06:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH Setoran PNBP Diperkirakan Melandai pada Tengah Tahun
Sabtu, 25 Maret 2023 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK NPWP-nya Terpisah dengan Suami? Begini Cara Lapor Pajak Karyawati
Sabtu, 25 Maret 2023 | 13:30 WIB ADA APA DENGAN PAJAK Pengenaan Pajak atas Reklame, Bagaimana Ketentuannya?