Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) bersama negara-negara G-20 menggagas Proyek Anti-Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang berisikan lima belas Rencana Aksi pada 2015.
Proyek ini ditujukan untuk memerangi isu penggerusan basis pajak dan pengalihan laba perusahaan multinasional atau BEPS). Beberapa aksi di antaranya menyentuh aspek transfer pricing. Proyek Anti-BEPS Aksi 8 merupakan salah satunya.
OECD mengadopsi rekomendasi Proyek Anti-BEPS Aksi 8 dalam pembaruan OECD Guidelines 2017 dan dipertahankan substansinya dalam pembaruan OECD Guidelines 2022.
Dalam pembaruannya, OECD Guidelines menetapkan kriteria-kriteria tertentu sebagai solusi untuk mencegah praktik BEPS atas aktivitas menggunakan atau mentransfer aset tak berwujud dalam perusahaan multinasional.
Secara garis besar, pembahasannya mencakup definisi aset tak berwujud yang pengelompokkannya lebih jelas. Kemudian, memastikan laba yang terkait dengan penggunaan atau transfer aset tak berwujud telah secara tepat dialokasikan sesuai dengan penciptaan nilai.
Selain itu, pengembangan ketentuan transfer pricing atas aset tak berwujud dan dalam kaitannya dengan aset tak berwujud hard-to-value.
Perubahan signifikan yang perlu untuk digarisbawahi tentang perlakuan aset tak berwujud ialah tata cara menentukan entitas yang berhak atas pengembalian pengembangan aset tak berwujud dalam perusahaan multinasional.
Sebelum Proyek Anti-BEPS, banyak yurisdiksi menentukan kepemilikan legal sebagai penentu utama dalam memberikan kompensasi atas aktivitas penggunaan atau transfer aset tak berwujud. Setelah Proyek Anti-BEPS, OECD menegaskan analisis fungsional yang menjadi penentu utama.
Dalam hal ini, OECD memperkenalkan analisis fungsi pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, perlindungan, dan eksploitasi (development, enhancement, maintenance, protection, dan exploitation, selanjutnya disebut dengan DEMPE).
Analisis fungsi DEMPE digunakan untuk menentukan kompensasi wajar atas aktivitas yang berhubungan dengan aset tak berwujud.
Pada akhirnya, analisis fungsional tetap menjadi aspek fundamental dalam menerapkan prinsip kewajaran (arm’s length principle) untuk seluruh jenis transaksi intra-grup.
Perubahan lain yang signifikan dari OECD Guidelines dalam hal pengelolaan aset tak berwujud salah satunya adalah cost contribution arrangement/CCA.
Sebagai respons atas berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi, DDTC meluncurkan buku Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua: Volume II).
Buku edisi kedua tersebut mencakup pembahasan transfer pricing atas transaksi khusus lainnya, seperti transaksi jasa intra-grup dan transaksi keuangan intra-grup.
Buku ini dapat dibeli mulai 28 Februari 2023. Pada tanggal yang sama, DDTC akan menggelar acara peluncuran buku yang dikemas dalam bentuk talk show bertajuk Lebih Dekat dengan Pajak Lewat Buku.
Acara tersebut dilaksanakan secara hybrid, yaitu luring di Menara DDTC (khusus tamu undangan) dan daring untuk umum dengan menggunakan platform Zoom pada pukul 09.00 – 11.00 WIB. Peserta dapat mendaftar melalui tautan berikut https://academy.ddtc.co.id/free_event.
Selain itu, acara tidak dipungut biaya alias gratis. Anda juga dapat melakukan prapesan atau preorder buku dengan mengisi formulir berikut https://bit.ly/PesanBukuDDTC. (rig)