SECARA geografis, letak Provinsi Riau dapat dibilang strategis karena bersinggungan dengan jalur perdagangan internasional Selat Malaka. Sejarah pernah mencatat, provinsi ini pernah menjadi penyumbang utama produksi minyak Indonesia pada era 1960 hingga 1980-an.
Catatan rekor produksi minyak Provinsi Riau bahkan sempat mendominasi hingga 70% produksi minyak nasional. Pada masa itu, Lapangan Migas Minas mampu mencapai puncak produksi mencapai 1 juta barrel minyak mentah per hari. Kini produksi moderat Riau berkisar di angka 40.000 barrel per hari.
Daerah yang hanya selemparan batu dari Malaysia dan Singapura ini mulai melakukan transformasi tulang punggung ekonomi pasca era kejayaan minyak. Meski masih mengandalkan ekploitasi sumber daya alam dalam pertumbuhan ekonomi, secara perlahan sumber ekonomi berkelanjutan mulai digarap, yakni pariwisata.
Meski belum signifikan berkontribusi pada perekonomian lokal, destinasi di wilayah Riau mulai dilirik sebagai lokasi alternatif pelancong seperti, wisata bahari terpadu Pantai Marina Puak di Dumai. Catatan Dinas Pariwisata Provinsi Riau, sepanjang 2017 tercatat ada 101.904 wisman berkunjung ke Riau. Angka menunjukan capaian surplus sebanyak 44.388 orang atau 177% dari target yang telah ditentukan.
Kondisi Ekonomi dan Pendapatan Daerah
Kini, setelah era minyak mulai menurun, sektor industri pertambangan dan penggalian yang menjadi penyumbang utama ekonomi di Provinsi Riau. Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2017, sektor ini menyumbang Rp182,9 triliun atau 25,9% dari total PDRB 2017 sebesar Rp705,7 triliun.
Kegiatan ekonomi lainnya yang berkontribusi signifikan ialah sektor usaha di bidang industri pengolahan sebesar Rp178,6 triliun (25,3%) dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar Rp166,8 triliun (23,6%). Sedangkan, laju pertumbuhan PDRB pada 2016 mencapai 2,23%.
Adapun dari sisi penerimaan, komposisi penopang pendapatan Provinsi Riau masih ditopang oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat. Pada 2016, dari total pendapatan Rp6,94 triliun, alokasi dana perimbangan mencapai 55% atau Rp3,8 triliun.
Sementara komponen pendapatan asli daerah (PAD) menyumbang Rp3,1 triliun atau 45% dari total pendapatan. Terakhir adalah penerimaan dari lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp7,7 miliar.
Dalam komponen PAD sendiri, instrumen pajak daerah menjadi penyumbang terbesar dengan setoran mencapai Rp2,4 triliun atau 78% dari total setoran PAD 2016. Kemudian disusul lain-lain PAD yang sah sebesar Rp596 miliar atau 19% dari total PAD.
Sementara itu, retribusi daerah menyumbang Rp12 miliar atau kurang dari 1% PAD Provinsi Riau. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan juga hanya menyumbang 3% atau sekitar Rp83 miliar.
Dari data-data ini, kontribusi pajak daerah terhadap PAD memiliki sumbangsih yang cukup besar terhadap pembangunan di Provinsi Riau meski tidak sebesar dana perimbangan pemerintah pusat.
Sebagai catatan, kewenangan provinsi dalam pungutan pajak terbatas pada lima instrumen pungutan, yakni bea balik nama kendaraan bermotor, pajak air permukaan, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak kendaraan bermotor dan pajak rokok. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau No.4 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perda No.8 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah
Oleh karena itu, meski jadi daerah penghasil minyak di Indonesia, mekanisme dana bagi hasil sumber daya alam masuk pos dana perimbangan pemerintah pusat dan tidak masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Alokasi ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.55/2005 tentang Dana Perimbangan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam (SDA) minyak dan gas bumi yang diterbitkan setiap tahun anggaran.
Kinerja Pajak
Dari sisi kinerja penerimaan pajak, capaian Provinsi Riau bersifat fluktuatif. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau yang menjadi ujung tombak pengumpulan pajak mencatat pada tahun 2012, realisasi terhadap target pajak daerah mencapai 137,0% dan menurun menjadi 104,2% pada 2013. Kemudian pada 2014 mulai membaik menjadi 107,5%.
Sayangnya pada dua tahun berikutnya, realisasi penerimaan pajak daerah justru merosot menjadi 88,0% (2015) dan 87,4% (2016). Realisasi penerimaan pajak daerah pada 2016 mencapai Rp2,42 triliun dari target yang dicanangkan sebesar Rp2,77 triliun.
Sementara dari sisi penerimaan per jenis pajak berdasarkan data APBD, hanya di tahun 2012 data tersedia secara lengkap. Pada tahun itu, pungutan yang berkaitan dengan kendaraan bermotor jadi pendorong utama penerimaan. Mulai dari yang terbesar adalah bea balik nama kendaraan bermotor dengan setoran sebesar Rp815 miliar. Kemudian disusul oleh pajak kendaraan bermotor sebesar Rp627 miliar dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor sebesar Rp585 miliar.
Adapun cara pemprov dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak tidak seperti daerah lain yang menyiapkan kebijakan pemutihan denda pajak kendaraan bermotor. Provinsi Riau dalam hal ini Bapenda Riau lebih memilih cara penegakan hukum melalui kegiatan razia. Contohnya ialah pada penghujung tahun 2017, di mana kegiatan razia intensif dilakukan di seluruh wilayah provinsi. Pasca terjaring razia maka wajib pajak digiring ke layanan samsat keliling untuk segera membayar tunggakan pajak beserta dendanya.
Sebagai motor penggerak pajak daerah, jumlah pertumbuhan populasi kendaraan bermotor di Riau terus bertambah setiap tahunnya. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015, kendaran baru yang tercatat mencapai 203.925 unit. Dengan komposisi 172.608 sepeda motor, 11.303 truk, 238 bus dan 19.776 mobil penumpang.
Jenis dan Tarif Pajak
Ada lima jenis pajak yang menjadi kewenangan Provinsi Riau. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau No.4 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perda No.8 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan beberapa aturan terkait lainnya. Berikut adalah penetapan tarif pajak yang berlaku di Provinsi Riau.
Keterangan:
Sebagai informasi, saat ini Pemprov Riau tenagh melakukan revisi Perda untuk memangkas tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Pemangkasan ini berlaku untuk jenis bahan bakar umum seperti Pertalite yang semula dipatok sebesar 10% kemudian dipangkas menjadi 5%. Hingga bulan April 2018 aturan ini belum bisa diimplementasikan lantaran masih menunggu persetujuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sementara itu, aturan daerah di Provinsi Riau tidak luput dari penghapusan 3.143 Perda yang dilakukan pemerintah pada medio Juni 2016. Dari seluruh Perda yang dihapus, 1.765 di antaranya dieksekusi oleh Kemendagri. Untuk Riau, Kemendagri menghapus 4 Perda karena dianggap menghambat kemudahan berusaha di Indonesia.
Salah satu Perda yang dihapus berkaitan dengan retribusi yakni Perda No.2/2011 tentang Retribusi Pelayanan Tera atau Tera Ulang. Kemudian tiga Perda sisanya adalah Perda No.2/2013 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, Perda No.6/2006 tentang Pengelolaan Air Tanah dan Air Permukaan dan Perda No.12/2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
Adapun pungutan retribusi di Provinsi Riau diatur secara terpisah berdasarkan jenis pungutan, seperti Perda No.1/2015 tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, Perda No.7/2013 tentang Retribusi Perizinan Tertentu dan Perda No.13/2013 tentang Retribusi Pelayanan Kepelabuhan dan Penyeberangan di Air.
Tax Ratio
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan DDTCNews, kinerja penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PDRB (tax ratio) Provinsi Riau pada 2016 mencapai 0,50%.
Angka rasio pajak Riau ini menjadi yang terendah dan berada di bawah rata-rata tax ratio provinsi sebesar 1,35%. Adapun tax ratio provinsi tertinggi berada di angka 3,74%.
Catatan :
Administrasi Pajak
Tugas yang berkaitan dengan penerimaan daerah diemban oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau. Masyarakat bisa mengakses laman badanpendapatan.riau.go.id untuk mengetahui informasi tentang pengelolaan sektor pendapatan di wilayah Provinsi Riau.
Awal tahun 2018, untuk memudahkan pembayaran pajak kepada masyarakat, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau meluncurkan elektronik Samsat (e-Samsat). Layanan ini dapat dimanfaatkan oleh pengguna kendaraan bermotor dalam membayar kewajiban pajak tahunan. Pemprov Riau bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yakni Bank Riau Kepri (BRK) sebagai sarana pembayaran yang bisa dilakukan baik di kantor cabang maupun melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Selain itu, pihak kepolisian di lingkup Polda Riau juga digandeng dalam pelayanan pajak. Caranya tidak lain dengan metode Samsat keliling yang ada seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau dan beroperasi rutin pada lima hari kerja.*