KAMUS PAJAK

Cari Tahu soal Apa itu DPP Nilai Lain, Setelah PPN 12%

Nora Galuh Candra Asmarani
Kamis, 02 Januari 2025 | 14.55 WIB
Cari Tahu soal Apa itu DPP Nilai Lain, Setelah PPN 12%

PAJAK Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak konsumsi barang dan jasa di daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN yang berlaku dengan dasar pengenaan pajak (DPP) PPN.

Hal ini berarti terdapat 2 komponen yang penting untuk dipahami dalam menentukan besaran PPN terutang atas suatu transaksi, yaitu tarif PPN dan DPP PPN. Ā Adapun DPP PPN menjadi komponen yang krusial karena berperan signifikan dalam menentukan besarnya PPN terutang.

Umumnya, DPP PPN diartikan sebagai harga yang dibebankan oleh pihak yang menyerahkan barang dan/atau jasa atas penyerahan yang dilakukannya. Dengan kata lain, DPP PPN adalah harga barang dan/atau jasa yang diserahkan (Darussalam, Septriadi, dan Dhora, 2018).

Sementara itu, Schenk dan Oldman (2007) mengartikan DPP PPN sebagai jumlah uang dan nilai pasar wajar sebagai nilai (consideration) yang diterima atas suatu transaksi. Pada umumnya, Ā setiap negara mempunyai aturan khusus yang dipakai untuk menentukan DPP PPN atas transaksi tertentu.

Misalnya, cara menentukan DPP PPN di negara Uni Eropa yang diatur melalui VAT Directive. Untuk mencakup transaksi dengan karakteristik yang lebih rumit, VAT Directive telah menetapkan seperangkat aturan yang mendefinisikan dan menjelaskan mengenai DPP PPN.

Aturan tersebut dibedakan berdasarkan 3 jenis transaksi, yaitu DPP PPN atas penyerahan barang atau jasa, DPP PPN atas impor barang, dan DPP PPN atas penyerahan antar sesama negara Uni Eropa (Darussalam, Septriadi, dan Dhora, 2018).

DPP dalam Ketentuan di Indonesia

Dalam konteks ketentuan pajak di Indonesia, DPP PPN diatur dalam Pasal 8A ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP. Berdasarkan pada pasal tersebut, DPP PPN di Indonesia meliputi harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

Tiap-tiap jenis DPP PPN tersebut mempunyai pengertian serta peruntukkan yang berbeda. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencermati pengertian dari masing-masing jenis DPP PPN sebagaimana yang telah dirumuskan dalam UU PPN s.t.d.t.d UU HPP. Berikut iniĀ penjelasannya.

  1. Harga Jual
    Berdasarkan Pasal 1 angka 18 UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
  2. Penggantian
    Berdasarkan Pasal 1 angka 19 UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP tidak berwujud karena pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  3. Nilai Impor
    Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU PPN s.t.d.t.d UU HPP nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut menurut UU PPN.
  4. Nilai Ekspor
    Berdasarkan Pasal 1 angka 26 UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor tercantum pada dokumen ekspor yang disebut pemberitahuan ekspor barang (PEB).
  5. Nilai Lain
    Merujuk Pasal 8A ayat (1) UU PPN diketahui bahwa selain harga jual, penggantian, nilai impor, dan nilai ekspor, terdapat DPP PPN lainnya yang disebut dengan nilai lain. Adapun nilai lain menjadi terminologi yang menarik untuk diulik. Lantas, apa yang dimaksud dengan nilai lain?

Munculnya Terminologi DPP Nilai Lain di Indonesia

Dalam kurun 41 tahun sejak disahkan pada 31 Desember 1983, Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN 8/1983) telah mengalami 5 kali perubahan.

  1. Perubahan pertama dilakukan dengan UU No. 11 Tahun 1994 (UU PPN 11/1994) yang mulai berlaku pada 1 Januari 1995;
  2. Perubahan kedua dilakukan dengan UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN 18/2000) yang mulai berlaku pada 1 Januari 2001;
  3. Perubahan ketiga dilakukan dengan UU No. 42 Tahun 2009 (UU PPN 42/2009) yang mulai berlaku pada 1 April 2010;
  4. Perubahan keempat dilakukan dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU PPN s.t.d.t.d UU Cipta Kerja). Adapun UU Cipta Kerja 2020 itu diganti dengan UU No. 6 Tahun 2023 (karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi).
  5. Perubahan kelima dilakukan dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPN s.t.d.t.d UU HPP) yang mulai berlaku 1 April 2022.

Apabila ditelusuri, terminologi nilai lain mulai muncul pada UU PPN 11/1994 yang merupakan perubahan pertama UU PPN. Kendati tidak menjelaskan definisi dari nilai lain, UU PPN 11/1994 menambahkan nilai lain sebagai salah satu jenis DPP.

Penambahan nilai lain sebagai salah satu jenis DPP tersebut terlihat dari berubahnya definisi DPP berdasarkan UU PPN 8/1983 dan UU PPN 11/1994. Untuk memperjelas, berikut perbandinganĀ  definisi DPP pada Pasal 1 huruf n UU PPN 8/1983 dan Pasal 1 huruf n UU PPN 11/1994.


Ā 

Berdasarkan pada perbandingan tersebut, UU PPN 8/1983 hanya menyebutkan 3 jenis DPP, yaitu harga jual, penggantian, dan nilai impor. Sementara itu, UU PPN 11/1994 menyebutkan 5 jenis DPP, yaitu harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, serta nilai lain.

Mengacu pada Penjelasan Pasal 1 huruf n UU PPN 11/1994, salah satu alasan diberlakukannya nilai lain sebagai DPP apabila harga jual, penggantian, nilai impor, atau nilai ekspor sukar ditetapkan. Berikut ini bunyi penggalan Penjelasan Pasal 1 huruf n UU PPN 11/1994.

ā€œDalam hal penerapan Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor akan menimbulkan ketidakadilan atau karena Harga Jual atau Penggantian sukar ditetapkan, maka Menteri Keuangan dapat menentukan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajakā€

DPP Nilai Lain pada UU PPN 18/2000

Dalam perkembangannya, UU PPN 18/2000 mengubah definisi DPP dan menambahkan penjelasan terkait dengan penggunaan DPP nilai lain.Ā  Berdasarkan Pasal 1 angka 17 UU PPN 18/2000, pengertian DPP berubah menjadi sebagai berikut.

ā€œDasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.ā€

Berdasarkan pada definisi tersebut, nilai lain yang digunakan sebagai DPP dalam menghitung PPN terutang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan. Berdasarkan pada penjelasan Pasal 9 ayat (1) UU PPN 18/2000, DPP PPN dapat ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal:

  1. harga Jual, nilai penggantian, nilai impor, dan nilai ekspor sukar ditetapkan; dan/atau
  2. penyerahan barang kena pajak (BKP) yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, seperti air minum, listrik dan sejenisnya.

DPP Nilai Lain pada UU PPN 42/2009

Berselang hampir 9 tahun setelahnya, pemerintah mengundangkan UU PPN 42/2009 yang merupakan perubahan ketiga UU PPN. Melalui UU PPN 42/2009 tersebut, pemerintah di antaranya menambahkan Pasal 8A.

Pasal 8A ayat (1) UU PPN 42/2009 kembali menegaskan PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan DPP yang meliputi harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain.

Sesuai dengan Pasal 8A ayat (2) UU PPN 42/2009, ketentuan mengenai nilai lain diatur dengan atau berdasarkan pada peraturan menteri keuangan (PMK). Merujuk pada penjelasan Pasal 8A ayat (2) UU PPN 42/2009, DPP berupa nilai lain diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal:

  1. harga jual, nilai penggantian, nilai impor, dan nilai ekspor sukar ditetapkan; dan/atau
  2. penyerahan BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, seperti air minum dan listrik.

Munculnya Pasal 8A tersebut memperjelas eksistensi nilai lain sebagai DPP serta menjadi dasar ketentuan nilai lain hingga saat ini.

DPP Nilai Lain pada UU PPN s.t.d.t.d UU HPP

UU HPP membawa beragam perubahan atas ketentuan pajak, termasuk perihal nilai lain. Perubahan itu di antaranya adalah dihapusnya Pasal 8A ayat (2) yang sebelumnya mendelegasikan pengaturan nilai lain sebagai DPP dalam PMK.

Adapun ketentuan yang mendelegasikan pengaturan nilai lain sebagai DPP dalam PMK berpindah ke Pasal 16G huruf a. Seperti sebelumnya, Penjelasan Pasal 16G huruf a menyatakan DPP berupa nilai lain diberlakukan apabila jenis DPP lain sukar ditetapkan.

ā€œDasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain diberlakukan untuk menjamin kepastian hukum dalam hal Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sebagai Dasar Pengenaan Pajak sukar ditetapkan.ā€

Dengan demikian, nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai DPP PPN. DPP berupa nilai lain ini diberlakukan dalam hal harga jual, nilai penggantian, nilai impor, dan nilai ekspor sebagai DPP sukar ditetapkan. Hal ini berarti DPP nilai lain ini tidak berlaku untuk sembarang transaksi.

Terdapat beragam PMK sebagai delegasi dari Pasal 16G huruf a UU PPN s.t.d.t.d UU HPP yang mengatur lebih lanjut mengenai nilai lain sebagai DPP PPN. Berikut ringkasan PMK serta jenis penyerahan yang menggunakan nilai lain.

Sebelum UU HPP dan aturan turunannya berlaku, jasa pengiriman paket, jasa biro perjalanan tertentu, dan jasa freight forwarding sempat memakai nilai lain. Namun, berdasarkan pada PMK 71/2022, PPN atas ketiga jasa tersebut kini dihitung menggunakan besaran tertentu. Simak ā€˜Beda DPP Nilai Lain dan Besaran Tertentu dalam Pengenaan PPNā€™.

Selain itu, UU HPP menambahkan Pasal 8A ayat (3) yang mengatur pajak masukan atas: (i) perolehan BKP dan/atau JKP; (ii) impor BKP; dan (iii) pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yang menggunakan DPP nilai lain dapat dikreditkan.

DPP Nilai Lain dalam Perspektif Internasional

Penggunaan DPP berupa nilai lain dalam hal penghitungan beban PPN yang terutang juga kerap ditemukan di berbagai negara. Sebagai informasi, pada umumnya setiap negara menggunakan elemen DPP yang berlaku umum dan telah diatur secara baku, baik dalam rangka impor, penyerahan dalam negeri, dan sebagainya.

Penggunaan DPP nilai lain umumnya bertujuan untuk 2 hal. Pertama, mengurangi tarif efektif PPN, yaitu beban PPN yang sesungguhnya dibayarkan terlepas dari tarif statutory yang berlaku (Tait, 1988). Skema DPP nilai lain tersebut menjadi alternatif, alih-alih menggunakan suatu skema keringanan dengan tarif 0% dan fasilitas pembebasan. Misal, dahulu Swedia menggunakan suatu formula khusus yang mengurangi nilai DPP sebesar 50% untuk PPN sektor perumahan.

Namun demikian, seiring berjalannya waktu, skema DPP nilai lain untuk mengurangi tarif efektif PPN kian jarang ditemukan. Hal tersebut diduga karena kian banyaknya negara yang kini menerapkan skema multitarif (Darussalam, 2021), sehingga tujuan pengurangan tarif efektif PPN bisa diimplementasikan melalui reduced rate (tarif yang lebih rendah).

Kedua, mengatasi persoalan kesulitan penerapan DPP PPN yang berlaku umum dalam transaksi atau sektor tertentu (Tait, 1988). Secara alamiah, tantangan untuk mengimplementasikan DPP yang berlaku umum sangat mungkin terjadi. Misal, dalam hal kurang tepatnya nilai tagihan sebagai DPP karena adanya keterlibatan berbagai jasa dan barang dalam suatu penyerahan.

Contoh lain, dalam hal jika suatu penyerahan dilakukan secara cuma-cuma atau dilakukan antarapihak yang berafiliasi. Kesukaran inilah yang agaknya menyebabkan masih ditemuinya penggunaan suatu DPP yang berlaku secara spesifik/khusus di berbagai negara.

Berdasarkan pada IBFD Country Profile per 2024, penggunaan DPP nilai lain dapat ditemukan di berbagai negara. Turki menerapkan DPP nilai lain berupa harga pasar dalam hal pemberian cuma-cuma dan hadiah. Norwegia menerapkan DPP nilai lain dengan adanya pengurangan basis DPPĀ untuk produk barang bekas, barang antik, karya seni, dan sebagainya.

Italia menggunakan harga pasar untuk transaksi pemakaian sendiri dan penyerahan antarpihak yang berafiliasi. Afrika Selatan menerapkan suatu DPP nilai lain dalam skema transaksi tertentu seperti, akvitas ekonomi syariah, transaksi antara pihak yang terafiliasi, perjanjian konstruksi, penyerahan barang dalam skema sewa, dan sebagainya.

Sebagai informasi, tidak setiap negara memiliki skema DPP nilai lain. Misalkan, Uruguay, Korea Selatan, Nigeria, dan sebagainya. Namun demikian, yang bisa dipelajari ā€“ dan sejatinya sejalan dengan undang-undang di Indonesia ā€“ penggunaan DPP nilai lain berlaku khusus untuk barang dan jasa tertentu, bukan mayoritas barang dan jasa.

Dengan terbitnya PMK 131/2024, penggunaan skema DPP berupa nilai lain ternyata justru diperluas, bahkan untuk mayoritas barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP). Penggunaan tarif umum (statutory tax rate) yang langsung dikalikan dengan harga jual atau nilai impor sebagai DPP hanya berlaku untuk BKP tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Meilinda
baru saja
Terima kasih DDTC atas artikel edukatifnya! Sangat komprehensif membahas mengenai DPP Nilai Lain, khususnya dalam konteks perubahan tarif PPN menjadi dua belas persen. Sukses selalu dalam menerbitkan karya-karya informatif dan edukatif, serta berkontribusi terhadap tax community.
user-comment-photo-profile
Tazkia Putri Aisyah
baru saja
Artikel ini sangat informatif dan memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai konsep Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain dalam konteks perubahan tarif PPN menjadi 12%. Penjelasan yang detail membantu pembaca memahami implikasi perubahan ini terhadap perhitungan pajak. Terima kasih kepada DDTCNews atas penyampaian informasi yang jelas dan edukatif.
user-comment-photo-profile
Geysa Pratama
baru saja
Terimakasih DDTC atas artikelnya yang sangat komprehensif mengenai konsep DPP Nilai Lain khususnya dalam konteks implementasi pengenaan PPN 12%. Artikel ini lagi-lagi menjadi bukti konkrit kontribusi DDTC kepada tax community dalam mengurangi asimateri informasi. DDTC Hebat!
user-comment-photo-profile
Sabda Alya Fitriani
baru saja
Terima kasih banyak atas artikel yang sangat informatif ini. Penjelasan mengenai DPP Nilai Lain setelah pemberlakuan PPN 12% sangat membantu, terutama bagi para pelaku usaha dan praktisi pajak yang memerlukan pemahaman lebih mendalam tentang kebijakan ini
user-comment-photo-profile
Felix Bahari
baru saja
Sangat sat set, lengkap dan komprehensif section kamus pajak DDTC News ini. Terima kasih DDTC News karena telah memiliki peran besar dalam menjembatani asimetris informasi perpajakan di tengah masyarakat.
user-comment-photo-profile
Qoirunnisaa Mauliya Wardani
baru saja
Artikel ini memberikan penjelasan yang sangat jelas dan komprehensif tentang konsep DPP Nilai Lain dalam konteks PPN 12%. Penyajian yang berbasis referensi hukum dan contoh aplikatifnya sangat membantu para praktisi, pelaku usaha, maupun akademisi dalam memahami penerapan kebijakan perpajakan yang kompleks ini. Langkah DDTC dalam terus menyajikan konten literasi perpajakan seperti ini patut diapresiasi karena turut mendukung peningkatan kesadaran pajak di Indonesia. Terima kasih atas informasi yang sangat bermanfaat ini! šŸ™Œ
user-comment-photo-profile
Muhammad Khoirul Anwar
baru saja
Informasi yang disajikan sangat insightful dan terperinci. Penyampaian secara historis membuat masyarakat bisa lebih mengenal dan memahami makna dan esensi dari kebijakan pemerintah yang baru-baru ini diterbitkan. Semoga dengan ini dapat mengeliminasi informasi asimetris yang ada di masyarakat terkait kebijakan pajak.
user-comment-photo-profile
Daniel CS
baru saja
Terima kasih DDTC atas penjelasan yang sangat komprehensif mengenai mekanisme DPP Nilai Lain setelah penerapan PPN 12%. Artikel ini telah memberikan pencerahan yang signifikan, terutama dalam memahami aspek teknis perpajakan yang kompleks. Informasi yang disajikan sangat sesuai dan bermanfaat bagi para pelaku usaha dan praktisi perpajakan.
user-comment-photo-profile
Theresya Siringoringo
baru saja
Artikel ini sangat informatif dan memberikan pemahaman yang jelas tentang konsep DPP Nilai Lain dalam PPN. Penjelasan seperti ini sangat membantu bagi praktisi, akademisi, maupun masyarakat umum untuk memahami kebijakan perpajakan yang berlaku. Terima kasih DDTC atas dedikasinya dalam meningkatkan literasi perpajakan di Indonesia!
user-comment-photo-profile
Audreyda Farahbella Anandivi
baru saja
Terima kasih DDTC atas penyampaian yang sangat jelas terkait informasi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain yang merupakan komponen penting dalam perhitungan besaran PPN. Penyampaian yang komprehensif dengan adanya histori dan kebijakan yang saat ini berlaku terkait DPP nilai lain dari perspektif regulasi di Indonesia, serta dari perspektif internasional menjadikan informasi yang diterima menjadi lebih lengkap.
user-comment-photo-profile
Vanya Arsyanti
baru saja
Apresiasi sebesar-besarnya kepada DDTC karena telah menjelaskan konsep DPP Nilai Lain secara jelas dan terperinci. Informasi seperti ini sangat membantu, terutama dalam memahami dampak regulasi baru terhadap praktik perpajakan sehari-hari. Terima kasih DDTC atas literasi perpajakan yang selalu relevan dan bermanfaat. DDTC hebat!
user-comment-photo-profile
Adela Alandia
baru saja
Terima kasih atas informasinya! Penjelasan mengenai DPP Nilai Lain setelah PPN 12 sangat membantu, terutama untuk memahami aspek teknis perpajakan yang seringkali membingungkan. Artikel ini sangat informatif dan relevanšŸ‘