PADA masa sulit akibat adanya krisis keuangan maupun fiskal di sejumlah negara, banyak pihak dibuat geram oleh laporan adanya perilaku penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan besar multinasional seperti Google, Apple, Starbucks, dan IKEA.
Beberapa perusahaan multinasional tersebut berdalih bahwa mereka tetap mematuhi hukum yang ada. Mereka beranggapan adanya celah – yang memungkinkan penghindaran pajak – disebabkan oleh kelalaian dari para membuat peraturan dan kebijakan.
Jurnal yang berjudul “Quantifying International Tax Avoidance: A Review of the Academic Literature” membahas berbagai kajian akademis pengukuran perilaku penghindaran pajak oleh perusahaan-perusahaan multinasional (MNEs) tersebut.
Penghindaran pajak yang dimaksud salah satu contohnya seperti pengalihan pendapatan dari kantor cabang yang berada di yurisdiksi bertarif pajak tinggi ke kantor cabang di yurisdiksi dengan pajak lebih rendah.
Hasil dari berbagai kajian yang menjadi bahasan jurnal tersebut – terlepas dari penggunaan data maupun metode estimasi yang berbeda – membuktikan adanya keterkaitan dari pengalihan pendapatan dengan motif pengurangan beban pajak.
Dalam konteks pemindahan cabang, terdapat suatu indikasi konsisten dengan strategi penetapan harga oleh transaksi dari perusahaan-perusahaan yang terafiliasi, lokasi intellectual property (IP) yang ditempatkan di cabang yang berada diyuridiksi bertarif pajak rendah, maupun adanya aktivitas pemindahan utang (debt shifting).
Banyaknya perusahaan multinasional yang berdomisili di negara-negara suaka pajak dengan tarif efektif pajak penghasilan badan rendah dapat menyiratkan adanya hal tersebut. Namun, dijelaskan juga dalam jurnal tersebut, adanya faktor-faktor lain juga dapat mendorong motif domisili perusahaan di suatu yurisdiksi.
Adapun faktor-faktor pendorong lain seperti adanya kehadiran institusi pemerintah yang menerapkan good governance, infrastruktur publik yang atraktif, serta jasa keuangan dan pasar tenaga kerja yang telah terbangun dengan baik.
Berbagai literatur juga melakukan studi komparasi antara laba sebelum pajak (pre-tax profits) dari cabang-cabang perusahaan tersebut berdomisili, terutama pada yurisdiksi bertarif pajak rendah dengan yurisdiksi bertarif pajak tinggi. Namun demikian, perbedaan laba tersebut juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor lainnya seperti produktivitas pekerja, penyediaan barang publik, atau kompetisi pasar.
Penulis juga membahas pendekatan yang dibahas oleh literatur-literatur lainnya untuk mendeteksi adanya pemindahan penghasilan dari perusahaan multinasional. Pendekatan-pendekatan tersebut tidak bergantung pada identifikasi berdasarkan perbedaan tarif pajak perusahaan.
Pertama, terdapat kajian dengan fokus adanya laba yang terbilang “mengejutkan” (profit shock), yaitu laba yang tidak lazim sebagai acuan dari identifikasi empiris. Laba tersebut kemudian disesuaikan dengan perubahan laba industri di sebuah negara. Hasil temuan menyebutkan bahwa terjadi pemindahan laba “kejutan” ke afiliasi bertarif pajak rendah sebesar 2% dari total laba tersebut.
Kedua, kajian lain juga melakukan komparasi pembayaran pajak perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional. Penulis melakukan teknik penyesuaian dengan mengidentifikasi perusahaan yang memiliki kemiripan dalam hal karakteristik umum, usia, ukuran, industri, produktivitas, serta struktur wilayah domisili.
Namun, penulis juga mengingatkan bahwa pemerintah perlu untuk mempertimbangkan hal-hal lain dalam menanggapi isu tersebut. Kebijakan yang dirasa dapat meminimalkan motif perencanaan pajak yang agresif juga dapat berpotensi menurunkan inisiatif perusahaan-perusahaan dalam menanamkan investasinya di negara bersangkutan akibat adanya pajak berganda serta peningkatan biaya investasi.
Jurnal ini sangat layak untuk dibaca oleh berbagai kalangan karena merangkum berbagai kajian yang melihat isu penghindaran pajak dari berbagai sisi. Berbagai referensi yang beragam di dalam jurnal ini juga dapat dijadikan pembelajaran untuk penelitian lebih lanjut. Tidak hanya dalam konteks penghindaran pajak oleh perusahaan, tapi juga sistem pajak yang dapat dioptimalkan di masa mendatang.*