NERACA DAGANG INDONESIA-AS

Lepas Status Negara Berkembang, RI Terancam Defisit Neraca Dagang

Dian Kurniati | Senin, 24 Februari 2020 | 13:45 WIB
Lepas Status Negara Berkembang, RI Terancam Defisit Neraca Dagang

Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso. 

JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah mewaspadai potensi neraca perdagangan Indonesia ke AS berbalik menjadi defisit dari selama ini tercatat surplus usai negara adidaya itu mencabut status Indonesia sebagai negara berkembang.

Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengaku khawatir status Indonesia yang tidak lagi menyandang status negara berkembang membuat Indonesia keluar juga dari daftar penerima fasilitas insentif (generalized system of preference/GSP) AS.

“Begitu kita keluar dari negara berkembang, ada konsekuensinya dari masalah fasilitas perdagangan. Ya pastilah (berpotensi defisit), tapi pasti sudah ada langkah-langkah untuk menyelesaikan itu,” katanya di Jakarta, Senin (24/2/2020).

Baca Juga:
BPHTB Kini Terutang Saat PPJB, Jadi Peluang Peningkatan Penerimaan

Susiwijono menambahkan Kementerian Perdagangan saat ini tengah mengkaji dampak dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang oleh Kantor Perwakilan Perdagangan AS, pekan lalu.

Saat ini, Indonesia menikmati fasilitas GSP yang membebaskan bea masuk untuk 124 produk ke AS. Produk unggulan Indonesia yang dipasarkan ke AS di antaranya seperti furnitur dan tekstil.

Tren neraca perdagangan Indonesia-AS pun mencatat surplus setiap tahunnya. Pada 2019, ekspor Indonesia ke AS mencapai US$17,7 juta. Sementara impor Indonesia dari AS tercatat US$9,2 juta. Alhasil, Indonesia surplus US$8,4 juta.

Baca Juga:
Rawan Disalahgunakan Turis, Jepang Pakai Sistem Cashless Tax Refund

Saat ini, pemerintah juga tengah mengusahakan negosiasi agar AS tidak mencabut fasilitas GSP. Pemerintah Indonesia sempat menargetkan negosiasi tersebut selesai akhir tahun lalu, tapi sampai sekarang belum rampung.

Selain itu, pemerintah berencana menggandakan nilai perdagangan yang hampir US$30 juta tahun lalu menjadi US$60 juta dalam lima tahun mendatang. Adapun kedua negara sudah menjalin kerja sama perdagangan selama 70 tahun. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

Jumat, 26 April 2024 | 13:39 WIB PENERIMAAN PAJAK

Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tinggal 4 Hari, DJP: WP Badan Jangan Sampai Telat Lapor SPT Tahunan

Jumat, 26 April 2024 | 13:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perpanjangan SPT Tahunan, DJP: Tak Dibatasi Alasan Tertentu