KEBIJAKAN PAJAK

Kemenaker Usul Pegawai Padat Karya yang Dapat Insentif Pajak Diperluas

Dian Kurniati
Kamis, 27 Februari 2025 | 19.30 WIB
Kemenaker Usul Pegawai Padat Karya yang Dapat Insentif Pajak Diperluas

Pekerja memproduksi rokok Sigaret Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (12/12/2024). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Ketenagakerjaan meminta sektor penerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) diperluas ke banyak sektor industri padat karya menyusul adanya masukan dari beberapa federasi pekerja.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan insentif pajak yang diberikan saat ini hanya kepada pegawai industri padat karya di bidang usaha tertentu.

"Mereka bertanya kenapa mereka tidak dimasukkan dalam insentif PPh Pasal 21 DTP. Industri padat karya lain masuk, tetapi kalau rokok, tembakau, makanan, minuman kok enggak masuk?" katanya, Kamis (27/2/2025).

Indah menuturkan pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 DTP sebagai stimulus mendorong daya beli para pegawai. Namun, insentif PPh Pasal 21 DTP tersebut memang menjangkau semua pegawai di industri padat karya.

PMK 10/2025 mengatur pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk masa pajak Januari sampai dengan masa pajak Desember 2025. Insentif ini diberikan kepada pegawai tertentu, yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja tertentu.

Pemberi kerja tersebut harus melakukan kegiatan usaha pada bidang industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit. Pemberi kerja tersebut juga juga harus memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang tercantum dalam PMK 10/2025.

Sementara itu, pegawai tertentu yang diberikan PPh Pasal 21 DTP adalah pegawai tetap dan/atau pegawai tidak tetap, yang memenuhi beberapa kriteria.

Pertama, memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang diadministrasikan oleh Ditjen Dukcapil, serta telah terintegrasi dengan sistem administrasi DJP.

Kedua, menerima atau memperoleh penghasilan bruto tidak lebih dari Rp10 juta per bulan atau Rp500.000 per hari. Ketiga, tidak menerima insentif PPh Pasal 21 DTP berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

"Yang jelas semua effort itu adalah untuk meningkatkan daya beli. Kalau daya beli pekerja bagus atau meningkat, maka akan berkontribusi ke perekonomian," ujar Indah. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.