Ilustrasi. (foto: mladiinfo.eu)
BRUSSELS, DDTCNews—Komisi Eropa mencatat Italia menjadi negara dengan potensi kehilangan penerimaan PPN terbesar di antara negara-negara Uni Eropa untuk tahun fiskal 2017 dan 2018.
Berdasarkan data tax gap Komisi Eropa, potensi penerimaan pajak dari PPN yang hilang di Italia mencapai €35,4 miliar pada 2018. Angka itu naik tipis dari data tax gap 2017 sebesar €35,3 miliar.
Komisioner Eropa Bidang Ekonomi Paulo Gentiloni menyebutkan Inggris menempati posisi kedua dengan potensi setoran PPN yang hilang sebesar €23,5 miliar dan Jerman pada urutan ketiga sebesar €22 miliar.
"Angka ini menunjukan upaya untuk menutup peluang penipuan dan penggelapan PPN telah mencapai kemajuan secara bertahap. Tapi masih banyak pekerjaan yang dibutuhkan untuk mengatasi hal ini," katanya, Jumat (11/9/2020).
Gentiloni menilai perlu upaya serius untuk menekan tax gap PPN karena ketidakpatuhan wajib pajak. Menurutnya, miliaran euro yang hilang harus ditekan mengingat kebutuhan penerimaan untuk penanganan pandemi tidaklah kecil.
Secara persentase, tax gap di kawasan Uni Eropa paling tinggi ditempati oleh Rumania dengan persentase sebesar 33,8%, Yunani 30%, Lithuania 25,9% dan Italia dengan tax gap sebesar 24%.
Berkaca kepada data itu, Gentiloni menyerukan reformasi kebijakan pajak negara anggota untuk menekan penggelapan PPN. "Kami perlu mendesak negara-negara untuk meningkatkan perang melawan penipuan PPN," tuturnya.
Sementara itu, Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mengatakan reformasi pajak yang akan dilakukan di antaranya menyiapkan insentif pajak bagi pengusaha untuk dapat mengalihkan transaksi bisnisnya dari sistem tunai ke elektronik.
Selama ini, sistem pembayaran di Italia masuk kategori konservatif untuk negara Eropa. Beberapa studi menyebutkan sekitar 86% dari total pembayaran atas transaksi penjualan masih dilakukan secara tunai pada 2018.
Sementara itu, Swedia menyisakan 15% dari total pembayaran yang masih dilakukan secara tunai. Begitu juga dengan Inggris yang menyisakan 34% pembayaran tunai dilakukan untuk transaksi penjualan.
"Digitalisasi bukan hanya membuat sistem pembayaran lebih efisien, tetapi lebih transparan dan dapat dilacak. Hal ini juga menjadi dasar untuk mengatasi underground economy dan mencegah transaksi ilegal," ujarnya seperti dilansir Local Italy. (rig)