BERITA PAJAK HARI INI

Kenaikan PPN: Menyehatkan APBN atau Malah Pukul Daya Beli Masyarakat?

Redaksi DDTCNews
Senin, 18 November 2024 | 09.05 WIB
Kenaikan PPN: Menyehatkan APBN atau Malah Pukul Daya Beli Masyarakat?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memberikan sinyal untuk tetap menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025. Hal itu menyulut reaksi publik. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan utama media nasional pada hari ini, Senin (18/11/2024). 

Dari sisi pemerintah, kenaikan PPN memang sudah sesuai dengan pakem UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan PPN juga diperlukan untuk menyehatkan APBN di tengah tantangan perekonomian domestik dan global. 

"Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus terus dijaga kesehatannya. APBN itu juga harus berfungsi dan mampu merespons episode-episode global financial crisis [dan] pandemi, itu kami gunakan APBN," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani. 

Namun, apakah hal itu ampuh? 

Mengutip kajian yang dirilis oleh Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), kenaikan PPN belum tentu bisa menjadi booster ampuh pendapatan negara (Harian Kompas). 

Dalam kajian berjudul Indonesia Economic Outlook 2025 tersebut, kinerja penerimaan PPN dalam 10 tahun terakhir tercatat tidak begitu optimal, bahkan setelah adanya kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11%. 

LPEM FEB UI menyinyalir tidak moncernya penerimaan PPN disebabkan porsi sektor informal yang makin besar dalam struktur perekonomian Indonesia. Sektor ini sulit dikenai pajak dan berada di luar jangkauan pemungutan PPN.

Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 2022 lalu juga terbukti tidak begitu efektif mengerek penerimaan. Saat itu, porsi PPN dan PPnBM terhadap pendapatan domestik justru turun dari 27,6% pada 2021 menjadi 26,1% pada 2022. 

Peneliti LPEM FEB UI Teuku Riefky mengungkapkan keputusan menaikkan PPN belum tentu secara signifikan mengerek pendapatan negara. Naik, tentu. Namun, porsinya diprediksi tidak akan signifikan. 

Di sisi lain, kenaikan PPN di tengah pelemahan daya beli justri akan memperbanyak sektor informal. Hal ini juga meningkatkan peluang penghindaran pajak. Modusnya, perusahaan informal yang tidak perlu mengadministrasikan PPN akan bertransaksi dengan perusahana informal lainnya sehingga terhindari dari kewajiban pemungutan PPN. 

Selain bahasan mengenai kenaikan PPN, ada pula pemberitaan lain mengenai persiapan peluncuran coretax administration system (CTAS) dan detail ketentuan administrasi pajak pasca-pemberlakuan coretax

Berikut ini ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Menkeu: Kenaikan PPN Dibarengi Penjelasan yang Baik

Menkeu Sri Mulyani berdalih kenaikan tarif PPN menjadi 12% diperlukan untuk menjaga stabilitas APBN. Pemerintah memang punya pekerjaan rumah (PR) menjaga APBN untuk membiayai berbagai program kerja pemerintah. 

"Kami sudah membahas bersama Bapak/Ibu sekalian, lalu sudah ada undang-undangnya (UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan). Kita perlu menyiapkan agar itu bisa dijalankan, tetapi dengan penjelasan yang baik," ujar Sri Mulyani.

Oleh karena itu, lanjut Sri Mulyani, pemerintah saat ini berfokus untuk mempersiapkan implementasi kebijakan tersebut. (DDTCNews)

Kenaikan PPN Juga Tawarkan Keuntungan

LPEM FEB UI, melalui kajiannya, juga memberi sejumlah catatan positif imbas kenaikan tarif PPN. Beberapa di antaranya, pertama, kenaikan PPN bisa mendukung pemulihan fiskal pascapandemi. Hal ini akan membantu stabilisasi APBN. 

Kedua, kenaikan PPN akan menyelaraskan kebijakan Indonesia dengan standar pajak global yang rata-rata 15%. Ketiga, kenaikan PPN bisa memperkuat struktur pajak negara sehingga memudahkan pemerintah membiayai program kerja. 

Keempat, kenaikan PPN lebih mudah dilakukan ketimbang menyesuaikan pajak lainnya. Hal ini disebabkan PPN berbasiskan konsumsi dengan basis yang luas. Kenaikan PPN juga mempertahankan insentif pekerja. (Bisnis Indonesia)

Coretax Tinggal Hitung Waktu

Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau yang lazim disebut coretax administration system (CTAS) bakal diimplementasikan pada awal Januari 2025. 

Sistem baru itu diklaim akan mempermudah seluruh proses bisnis perpajakan yang dilakukan wajib pajak. Salah satu kemudahan yang nantinya akan didapatkan wajib pajak adalah simplifikasi pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungna Masyarakat DJP Dwi Astuti menyampaikan selama ini fitur prepopulated bergantung pada pelaporan SPT pemotong pajak dan terbatas pada jenis pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Nantinya, pada coretax, fitur prepopulated juga akan mencakup jenis pajak lainnya seperti PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, serta PPh final Pasal 4 ayat (2). (Kontan)

Pencantuman NPWP pada SSP PPN KMS Disederhanakan

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024 menyederhanakan ketentuan pencantuman NPWP dalam surat setoran pajak (SSP) untuk penyetoran PPN kegiatan membangun sendiri (KMS).

Pada Pasal 326 PMK 81/2024 disebutkan PPN KMS harus disetor menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP. Kolom NPWP pada SSP diisi dengan NPWP wajib pajak yang melakukan KMS.

"Kolom NPWP pada SSP atau sarana administrasi lain…diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri…," bunyi Pasal 326 ayat (2) PMK 81/2024. (DDTCNews)

Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP Borderless

Kehadiran coretax administration system akan membawa perubahan dalam proses administrasi perpajakan. Salah satunya ialah terkait dengan pengajuan pendaftaran wajib pajak.

Menurut Penyuluh pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Minyak dan Gas Bumi Ifta Ilfia Utami, registrasi wajib pajak akan dapat dilakukan secara borderless seiring dengan diimplementasikannya coretax mulai tahun depan.

“Registrasi secara umum nanti akan diatur melalui regulasi dan aplikasinya, diatur secara borderless. Artinya, masyarakat atau wajib pajak dapat melakukan registrasinya di KPP mana saja,” katanya. (DDTCNews) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.