Murni,
PAJAK daerah yang dikumpulkan oleh pemerintah daerah sudah semestinya digunakan untuk mendanai keperluan daerah dan memakmurkan rakyat.
Pajak daerah yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan (APBN) sepenuhnya menjadi kewenangan pemda dalam mengelolanya. Pendanaan dari PAD memungkinkan pemda untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah.
Sementara itu, dana perimbangan yang bersumber dari APBN dialokasikan kepada daerah untuk membiayai pembangunan di daerah. Keberadaan dana perimbangan ini menjadi perwujudan desentralisasi fiskal.
Bicara soal otonomi daerah dan pembangunan di daerah, kita perlu mengacu pada tujuan pembangunan berkelanjutan atau populer dengan istilah Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan komitmen global dan nasional untuk menyejahterakan masyarakat.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) mengartikan SDGs sebagai agenda pembangunan pasca-2015 yang disepakati dalam sidang umum PBB. Agenda ini merupakan penyempurnaan dari Millennium Development Goals (MDGs) yang sudah ada sebelumnya. Secara sederhana, SDGs bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup, serta menjalankan pembangunan yang inklusif.
SDGS mencakup 17 tujuan, termasuk soal pemberantasan kemiskinan, pendidikan berkualitas, perluasan lapangan kerja, hingga penanganan perubahan iklim. Untuk mencapai seluruh tujuan tersebut tentu saja pemerintah butuh ongkos yang tidak sedikit. Penerimaan pajak, baik yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat atau daerah, merupakan salah satu sumber pendanaan yang utama dalam pelaksanaan SDGs.
Tanpa penerimaan pajak yang optimal, negara akan kesulitan melaksanakan pembangunan. Sama halnya dengan yang terjadi di daerah. Tanpa penerimaan pajak daerah yang mumpuni, pemda akan kesulitan menyejahterakan masyarakatnya.
Karenanya, pemerintah daerah sangat bergantung terhadap kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Siapakah bagian dari masyarakat yang dimaksud? Di antaranya ada pemilik kendaraan bermotor, pemilik hotel, pemilik wahana hiburan, dan pihak-pihak lain sebagai subjek pajak daerah.
Penulis akan berfokus dalam mengulas peran pajak daerah dalam pencapaian SDGs. Alasannya, selama ini peranan pajak daerah belum disorot secara maksimal sebagai sumber pendanaan SDGs.
Jika setiap pihak dalam struktural pemerintah daerah secara optimal menjalankan satu peran SDGs, tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan bakal lebih mudah dicapai. Misalnya, pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk memberikan pendidikan berkualitas bagi anak-anak di daerah.
Pendidikan berkualitas, sebagai tujuan keempat SDGs, merupakan tolok ukur kemajuan peradaban suatu daerah. Daerah yang memiliki sumber daya manusia (SDM) berkualitas akan mendukung kemajuan sebuah negara. Karenanya, penulis ingin menggarisbawahi pentingnya peranan pajak daerah dalam mewujudkan pendidikan berkualitas di daerah.
Guru dan tenaga pendidik di sekolah punya peran penting dalam memfasilitas pendidikan berkualitas bagi generasi muda. Kalau mau pendidikannya berkualitas maka guru dan tenaga pendidiknya harus berkualitas pula. Caranya bagaimana? Salah satunya dengan mendorong guru lebih banyak mengikuti berbagai pelatihan, lokakarya, hingga kegiatan pengembangan diri lainnya.
Jika dirunut, guru yang berkualitas akan mendukung terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Pendidikan berkualitas akan melahirkan SDM unggul. Pada akhirnya, SDM unggul bisa membawa Indonesia sebagai negara maju di kemudian hari. Namun, semua proses di atas membutuhkan dukungan pembiayaan yang tidak sedikit. Sumber pendanaannya, salah satunya, adalah APBD.
Sayangnya, alokasi anggaran pendidikan dari APBD masih terbatas sekurang-kurangnya 20%. Mengacu pada UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ada mandatory spending dari APBD sebesar minimal 20% untuk pelaksanaan pendidikan.
Apakah porsi itu cukup? Mengingat pentingnya pengembangan diri bagi guru dan tenaga pengajar, penambahan alokasi anggaran untuk pendidikan di daerah dinilai perlu. Alokasi dana pendidikan yang besar dapat memacu percepatan kualitas pendidikan sehingga tercipta peradaban bangsa yang bermartabat.
Penulis memandang fleksibilitas daerah dalam menambah alokasi anggaran pendidikan akan bertambah jika PAD ditingkatkan. Artinya, pemerintah daerah perlu bekerja lebih keras dalam mengumpulkan pundi-pundi pajak daerah.
Penambahan alokasi anggaran pendidikan diperlukan untuk dua hal utama. Pertama, pengembangan kualitas guru dan tenaga pengajar. Kedua, penambahan sarana dan prasana sekolah.
Pengembangan kualitas guru dinilai mendesak karena saat ini aktivitas belajar sudah sangat bergantung pada teknologi digital. Dunia tengah diramaikan dengan internet of things (IoT), internet untuk segala sesuatu. Pemanfaatan IoT perlu dioptimalkan, baik oleh guru dan murid, untuk mendapatkan output pembelajaran yang optimal.
Sekali lagi, pajak daerah memiliki peran krusial dalam mengongkosi upaya untuk mewujudkan pendidikan berkualitas. Pendidikan di daerah yang baik secara langsung akan mendukung ketersediaan SDM berkualitas di level nasional. Keseriusan pemerintah, baik pusat dan daerah, dalam menghimpun penerimaan pajak merupakan modal dalam mencapai tujuan SDGs, terutama pendidikan yang berkualitas.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.