LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Green Taxes, Jurus Paling Prospektif dalam Revolusi Industri 4.0

Redaksi DDTCNews
Jumat, 11 Januari 2019 | 17.52 WIB
ddtc-loaderGreen Taxes, Jurus Paling Prospektif dalam Revolusi Industri 4.0
Muhammad Rizal Hidayat,
S1 Ekonomi Islam Universitas Diponegoro.

PAJAK lingkungan green taxes merupakan gagasan termutakhir program pajak berwawasan lingkungan. Dalam mekanisme operasionalnya, green taxes akan dibebankan pada barang yang sejatinya memberikan implikasi negatif terhadap lingkungan hidup baik untuk jangka pendek, menengah, maupun panjang.

Akan tetapi, penggunaan barang tersebut sangat tinggi di kalangan masyarakat dan pemerintah melegalkan penggunaan barang tersebut dalam rangka memperlancar arus transaksi dalam perekonomian nasional (untuk memudahkan mobilitas barang dari distributor ke konsumen).

Alokasi pemanfaatan penerimaan pemerintah di masa yang akan datang melalui green taxes disalurkan untuk mendanai peningkatan kualitas pembinaan, pemberdayaan, dan pelestarian lingkungan hidup, contohnya adalah mendanai penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana penunjang, membiayai sumber daya manusia yang terlibat, mendanai upaya penegakan hukum untuk menyukseskan program tersebut dan lain-lain.

Diharapkan dengan diterapkannya green taxes, keseimbangan antara aktivitas ekonomi masyarakat yang begitu kompleks dan kelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan dapat tercipta. Hal ini menegaskan bahwa green taxes mempunyai potensi kontribusi yang besar untuk mendukung langkah konkret dalam membangun perekonomian Indonesia berbasis pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Green taxes akan diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat Indonesia di masa yang akan datang. Sebagaimana diketahui bersama, penetrasi Revolusi Industri 4.0 dewasa ini telah mengubah corak perekonomian Indonesia secara perlahan namun pasti dari ‘negara induk agraris’ menjadi ‘negara industri kemarin sore’.

Meningkatnya unit pabrik dan/atau perusahaan berbasis teknologi yang beroperasi di Indonesia merupakan hasil turunan dari penetrasi Revolusi Industri 4.0 pada sektor ekonomi riil. Adanya peningkatan unit pabrik dan/atau perusahaan tersebut sudah barang tentu akan diikuti dengan peningkatan produksi barang-barang kebutuhan masyarakat.

Hal ini tentu menjadi keuntungan terselubung bagi pabrik dan/atau perusahaan tertentu yang memproduksi suatu barang yang dibutuhkan sebagai media mobilitas barang-barang kebutuhan masyarakat tersebut secara praktis dan menyenangkan. Ditambah dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan tingkat konsumsi rata-rata masyarakat Indonesia yang sangat tinggi seakan menegaskan bahwa beroperasinya kedua macam pabrik dan/atau perusahaan tersebut merupakan suatu simbiosis mutualisme (hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain).

Kendati demikian, peredaran barang yang disebut sebagai media mobilitas barang-barang kebutuhan masyarakat tersebut sejatinya menghadirkan bahaya terselubung bagi kelestarian lingkungan hidup baik jangka pendek, menengah, maupun panjang.

Budaya dan perilaku masyarakat Indonesia yang menginginkan hal yang serba praktis dan menyenangkan dalam beraktivitas (terutama dalam konteks ekonomi) menjadi kekuatan tersendiri untuk memperkuat alasan dibalik tidak bisa dibenarkannya upaya untuk menghentikan produksi barang media mobilitas barang-barang kebutuhan masyarakat tersebut.

Oleh sebab itu, green taxes hadir sebagai penengah kedua masalah tersebut sehingga mampu menyelesaikan masalah ekonomi dan kelingkungan tanpa harus mengorbankan salah satu dari kedua masalah tersebut secara proporsional.

Gagasan mengenai green taxes sendiri tidak terlepas dari rencana pemerintah untuk mengeksekusi pemberlakuan cukai plastik mulai tahun 2019. Pemerintah telah mematok target penerimaan negara sebesar Rp500 miliar dan pengenaan cukai plastik dalam skema APBN Brief 2019.

Pemberlakuan cukai plastik diprediksi mampu memengaruhi formasi penerimaan kepabeanan dan cukai 2019 menjadi Rp208,8 triliun, naik sebesar 6,50% dari APBN 2018 yang sebesar Rp155,4 triliun. Draf aturan cukai plastik dikabarkan telah memasuki pembahasan tahap final di mana antara instansi satu dengan instansi lainnya hampir mencapai kata sepakat secara keseluruhan.

Sedianya, rancangan regulasi tersebut tinggal menunggu waktu saja untuk diusulkan kepada DPR guna mendapatkan persetujuan. DJBC optimis bahwa penambahan plastik sebagai salah satu Barang Kena Cukai (BKC) dapat diterapkan mulai tahun anggaran 2019.

Terlebih, tahun 2019 nanti masyarakat Indonesia bersiap untuk menyambut pesta demokrasi bertajuk ‘Pilpres 2019’ di mana mereka akan menggunakan hak pilih untuk menjatuhkan pilihan kepada calon presiden (capres) yang layak menduduki kursi nomor satu Republik Indonesia.

Skenario pemberlakuan cukai plastik yang sedianya dieksekusi bertepatan dengan tahun politik merupakan suatu isu ekonomi dan keuangan kontemporer yang diprediksi mampu menyedot banyak perhatian dari seluruh elemen masyarakat Indonesia, baik dari kalangan akademisi, praktisi, agamawan, politikus maupun tokoh kunci masyarakat lainnya.

Tentunya, isu semacam ini menjadi batu loncatan yang potensial bagi capres yang mengikuti ajang Pilpres 2019. Pemaparan rancangan program kerja yang dicanangkan oleh kabinet kerja masing-masing capres (baik capres petahana maupun capres baru) dalam kampanye politik terdapat beberapa program unggulan yang ditawarkan untuk menyinggung tentang green taxes (dalam hal ini cukai plastik).

Harapannya, masing-masing capres dapat beradu ide dan strategi kampanye politik dengan cara elegan dan berkelas sehingga dapat memaksimalkan kampanye politik mereka dengan sebaik-baiknya.

Kesimpulan dari pembahasan seputar green taxes (bermula dari pengenalan definisi green taxes kepada khalayak umum, aturan mainnya, landasan teori ekonomi dan keuangannya, contoh kasusnya, hingga bermuara pada konteks pemanfaatan perkembangan isunya dalam pesta demokrasi di Indonesia bertajuk ‘Pilpres 2019’) adalah green taxes merupakan skema analisis program pajak capres paling prospektif dalam menghadapi tantangan era Revolusi Industri 4.0.

Sebab, hadirnya gagasan ini dapat memacu tingkat kepekaan dan kekritisan masyarakat Indonesia untuk menjatuhkan pilihan kepada capres secara rasional dalam kacamata ekonomi dan keuangan.

Bilamana green taxes benar-benar dieksekusi ketika tahun politik telah mendapatkan capres terpilih untuk memimpin jalannya pemerintahan di Indonesia, diharapkan pelaksanaannya berlangsung dengan baik dan lancar serta mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat Indonesia untuk menciptakan tatanan perekonomian Indonesia yang lebih baik.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.