LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK

Mengembalikan Kepercayaan Rakyat atas Pajak

Redaksi DDTCNews
Selasa, 23 Januari 2018 | 16.28 WIB
ddtc-loaderMengembalikan Kepercayaan Rakyat atas Pajak
Ossama Ruzicka,
Universitas Sebelas Maret - Solo

AH, pajak. Berulang kali kita tak bosan diingatkan bahwa warga negara yang bijak taat pajak, bahwa negara butuh pajak untuk membangun jalan, jamban, dan jembatan. Berbagai upaya sudah dilaksanakan, namun mengapa kita belum peduli membayar pajak?

Era pemerintahan Jokowi memulai pendekatan persuasif dalam rangka membujuk masyarakat agar kembali taat pajak melalui berbagai program, salah satunya amnesti pajak. Sebuah strategi di tengah kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih.

Dibandingkan dengan era sebelumnya, Indonesia diuntungkan dengan tingginya harga komoditas terutama minyak mentah, sehingga penerimaan pajak pada dasawarsa pertama abad ke-21 hampir selalu mendekati target. Bahkan pernah melewati target pada tahun 2004 dan 2008.

Kini di tengah ketidakpastian pasar, terjadi anomali. Pasca-amnesti pajak, realisasi pajak baru mencapai 53,5 persen per Agustus 2017. Hal yang dapat dikatakan cukup ganjil di mana seharusnya amnesti pajak menjadi penyulut motor penggerak pemasukan negara untuk masa seterusnya.

Pemerintah sudah tak bisa mengandalkan status quo melalui penerimaan migas dan komoditas, jika ingin sukses merampungkan mega-proyek infrastruktur pada 2019 mendatang.

Sejauh ini, stigma negatif sudah lama menempel pada institusi perpajakan. Masyarakat membayar pajak namun sayangnya belum mendapat timbal balik yang sepadan.

Hal ini tercermin dari rendahnya tax-to-GDP ratio Indonesia tahun 2016 yang di bawah 12%, jika dibandingkan dengan Vietnam yang mencapai 16%, Malaysia 13%, dan negara-negara Eropa Barat di kisaran 20%.

Ketidakberimbangan antara apa yang diberi dengan yang diterima layaknya katalis timbulnya permasalahan pajak di Indonesia. Menurut hemat penulis, kurangnya figur teladan mulai dari pejabat hingga korporat sebagai panutan menjustifikasi masyarakat untuk ikut tidak taat. Inilah yang patut kita soroti bersama.

Presiden Jokowi nampaknya paham kondisi ini dengan memulangkan Sri Mulyani untuk mengarsiteki ekonomi Indonesia. Sosok Sri Mulyani yang dikenal luas kredibilitasnya, menjadi semacam harapan Jokowi agar mampu menggaet dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Namun tak hanya di situ. Hadirnya seorang teladan atau role model tak cukup sebatas individu saja, melainkan secara kolektif.

Aspek Individu

PENGELOLAAN sumber daya manusia (SDM) memegang peranan penting untuk membangun angkatan kepegawaian dalam institusi perpajakan. Pengelolaan pajak membutuhkan sumber daya yang mumpuni, paham aturan, dan kredibel.

Terdengar seperti jauh panggang dari api, bila dibandingkan dengan kondisi eksisting di Indonesia. Tetapi pemerintah mungkin bisa memulai proses ini melalui regenerasi dari jajaran atas hingga bawah, atau sistem top-down.

Akan terasa sukar untuk memperbaiki sistem pengelolaan SDM jika hanya menekankan pada perbaikan rekrutmen atau jajaran bawah, tanpa melakukan perombakan berarti di jajaran menengah hingga eselon. Sebuah sistem akan sulit untuk berkembang apabila pos-pos penting di dalamnya dipegang oleh individu yang masih berpegang pada etos kerja masa lalu.

Bagaimanakah institusi pajak bisa berkembang jika pemerintah cukup berfokus memperbaiki level pegawai, tetapi tidak sampai pejabat dan atasan?

Salah satu masalah yang melanda Ditjen Pajak yaitu keterbatasan SDM yang berkualifikasi baik untuk mengisi kepegawaian pajak. Dengan jumlah pegawai sekitar 37.000 orang, keterbatasan sebenarnya bisa diatasi dengan merampingkan struktur institusi Ditjen Pajak untuk menutupi kekurangan dan mengefisiensikan tugas pokok serta fungsi masing-masing direktorat.

Selain pembenahan sumber daya secara struktural, perlu pencegahan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dari sudut pandang individu, timbulnya niat jahat tak hanya terlepas dari keinginan pribadi semata tetapi juga pengaruh dan keterpaksaan dari lingkungan institusi dan etos kerja. Di sinilah aspek kolektif bermain dalam membangun budaya kerja yang sehat dan jujur.

Aspek Kolektif

KEPERCAYAAN publik bisa dengan mudah diraih jika institusi perpajakan dipandang baik dari segi kinerja, bersih dari segi anggaran, dan cermat dari segi pengawasan.

Ditinjau dari aspek kolektif, berpegang teguh pada budaya moral yang baik dalam bekerja dan berkarya sangat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap institusi. Individu-individu yang sudah terbentuk dengan baik perlu didukung dengan lingkungan kerja yang positif.

Beberapa institusi pemerintah secara terbuka sudah menerapkan budaya anti-gratifikasi, anti-KKN, dan menggencarkan sistem pengaduan masyarakat berbasis online. Jika dihubungkan dengan sistem role-model, institusi tingkat pusat harusnya bisa menjadi contoh bagi institusi tingkat daerah sehingga budaya positif akan diterapkan mulai dari lingkup kerja dengan cakupan wilayah yang kecil sampai besar.

Dari sudut pandang institusi perpajakan, sudah saatnya Ditjen Pajak menjadi rujukan dari sisi kinerja dan integritas untuk direktorat pajak daerah. Mulai dari lingkup kota/kabupaten sampai nasional. Perlu digarisbawahi pula bahwa aspek kolektif tak hanya berlaku untuk Ditjen Pajak sebagai pemungut pajak, tetapi juga untuk perusahaan milik negara (dalam hal ini BUMN) sebagai objek pajak.

Perusahaan BUMN seharusnya tampil sebagai panutan bagi perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia dalam hal kepatuhan pajak. Bagaimana mungkin pemerintah bisa memberantas praktik kolusi dan penggelapan pajak yang dilakukan pengusaha dan konglomerat, jika perusahaan BUMN sendiri sebagai representasi pemerintah dalam pasar bebas masih lalai dan belum dapat dijadikan contoh.

Contohnya per April 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sekitar 20-an wajib pajak BUMN belum menyetorkan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp 910,6 miliar.

Mengembalikan kepercayaan dan mengubah stigma masyarakat terhadap institusi perpajakan sedianya terjadi apabila semua pihak berperan dengan sungguh-sungguh. Mulai dari sumber daya manusia sampai lingkungan yang positif; semua adalah kunci untuk menciptakan individu dan perusahaan yang dapat dijadikan teladan oleh masyarakat dan pelaku usaha dalam hal kepatuhan pajak.

Masih panjang jalan yang harus ditempuh pemerintah. Namun demikian, dengan memetakan aspek-aspek dan pihak-pihak strategis, penerimaan pajak Indonesia bisa semakin ditingkatkan.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.