Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah resmi memperluas penerima sekaligus memperpanjang masa pemberian insentif pajak hingga Desember 2020. Perpanjangan itu dituangkan dalam PMK 86/2020. Beleid yang mulai berlaku pada Kamis (16/7/2020) ini mencabut PMK 44/2020.
Terkait dengan hal tersebut, Ditjen Pajak (DJP) memberikan keterangan resmi melalui Siaran Pers No. SP-30/2020 yang dipublikasikan pada hari ini, Sabtu (18/7/2020). DJP mengatakan dalam beleid yang baru, ada pula penyederhanaan prosedur.
“Stimulus pajak untuk membantu wajib pajak menghadapi dampak pandemik Covid-19 kini tersedia untuk lebih banyak sektor usaha dan dapat dimanfaatkan hingga Desember 2020 dengan prosedur yang lebih sederhana,” ujar DJP dalam keterangan resmi tersebut.
Adapun detail perluasan dan perubahan prosedur pemberian fasilitas tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, Insentif PPh Pasal 21 untuk karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang industri tertentu, meningkat dari sebelumnya 1.062 bidang industri
Selain batasan KLU, karyawan yang bekerja pada perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) atau pada perusahaan di kawasan berikat juga dapat memperoleh fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) ini.
Namun, karyawan itu harus memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta. Mereka akan mendapatkan penghasilan tambahan dalam bentuk pajak yang tidak dipotong pemberi kerja. Pemberian secara tunai kepada pegawai.
“Apabila wajib pajak memiliki cabang maka pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 cukup disampaikan wajib pajak pusat dan berlaku untuk semua cabang,” imbuh DJP.
Kedua, insentif pajak UMKM. Pelaku UMKM mendapat fasilitas PPh final tarif 0,5% (PP 23/2018) yang ditanggung pemerintah (DTP). Wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak dan pemotong atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM.
“Pelaku UMKM yang ingin memanfaatkan fasilitas ini tidak perlu mengajukan Surat Keterangan PP 23 tetapi cukup menyampaikan laporan realisasi setiap bulan,” jelas DJP.
Ketiga, insentif PPh Pasal 22 Impor. Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 721 bidang industri tertentu (sebelumnya hanya 431 bidang industri), pada perusahaan KITE, atau pada perusahaan di kawasan berikat mendapat fasilitas pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan pasal 22 impor.
“Penerima fasilitas wajib menyampaikan laporan setiap bulan, dari yang sebelumnya setiap tiga bulan,” terang DJP.
Keempat, insentif angsuran PPh Pasal 25. Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 1.013 bidang industri tertentu (sebelumnya hanya 846 bidang industri), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat mendapat pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25.
“Penerima fasilitas wajib menyampaikan laporan setiap bulan, dari yang sebelumnya setiap tiga bulan,” kata DJP.
Kelima, Insentif PPN. Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 716 bidang industri tertentu (sebelumnya hanya 431 bidang industri), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat, ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah.
Dengan demikian, wajib pajak itu bisa mendapat fasilitas restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar, tanpa persyaratan melakukan kegiatan tertentu seperti ekspor barang atau jasa kena pajak, penyerahan kepada pemungut PPN, atau penyerahan yang tidak dipungut PPN.
DJP mengatakan seluruh fasilitas dapat diperoleh dengan menyampaikan pemberitahuan atau mendapatkan surat keterangan yang dapat dilakukan secara online di www.pajak.go.id. Pemberian fasilitas mulai berlaku sejak pemberitahuan disampaikan atau surat keterangan diterbitkan hingga masa pajak Desember 2020.
“Direktorat Jenderal Pajak mengimbau wajib pajak agar segera memanfaatkan fasilitas di atas agar dapat membantu menjaga kelangsungan usaha di tengah situasi pandemik saat ini,” imbuh DJP. (kaw)