Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memuat perubahan ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi yang ada dalam UU Pajak Penghasilan (PPh).
Ditjen Pajak (DJP) menyatakan dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh s.t.d.t.d UU HPP ditambahkan ketentuan mengenai penyusutan atau amortisasi bangunan dan aset tidak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun.
“Ini dilakukan untuk memberikan keleluasaan kepada wajib pajak melakukan penyusutan atau amortisasi bangunan dan aset tidak berwujud di atas 20 tahun,” tulis DJP dalam laman resminya, dikutip pada Kamis (9/12/2021).
Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1), penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
Harta berwujud itu kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai. Selain itu, harta berwujud itu dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Sesuai dengan Pasal 11 ayat (2), penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat. Penghitungan dilakukan dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku. Pada akhir masa manfaat, nilai sisa buku disusutkan sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Dalam Pasal 11 ayat (6a) disebutkan apabila bangunan permanen mempunyai masa manfaat melebih 20 tahun, penyusutan dilakukan dalam bagian yang sama besar, sesuai dengan masa manfaat pada ayat (6) atau sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.
Adapun masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud yang ditetapkan dalam Pasal 11 ayat (6) sebagai berikut:
Selanjutnya, berdasarkan pada Pasal 11a ayat (1), amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat.
Penghitungan dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku. Kemudian, pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya itu termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill). Harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya itu dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Dalam Pasal 11a ayat (2a) disebutkan apabila harta tak berwujud mempunyai masa manfaat melebihi 20 tahun, amortisasi dilakukan sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk harta tak berwujud kelompok 4 atau sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.
Adapun masa manfaat dan tarif amortisasi yang ditetapkan dalam Pasal 11a ayat (2) sebagai berikut: