KANWIL DJP JAKARTA PUSAT

Kepada Penyuluh DJP Jakpus, Founder DDTC Ungkap 3 Problem Utama Pajak

Redaksi DDTCNews
Jumat, 22 Agustus 2025 | 14.33 WIB
Kepada Penyuluh DJP Jakpus, Founder DDTC Ungkap 3 Problem Utama Pajak
<p>Founder DDTC Darussalam (kiri) dan&nbsp;Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat Muktia Agus Budi Santosa (kanan) dalam acara <em>Forum Penyuluh:&nbsp;Strategi Edukasi dan Monev Triwulan III/2025&nbsp;</em>di Kanwil DJP Jakarta Pusat, Jumat (22/8/2025).</p>

JAKARTA, DDTCNews - Founder DDTC Darussalam mengungkapkan ada 3 tantangan utama yang dihadapi sistem pajak Indonesia. Hal itu disampaikannya di hadapan penyuluh pajak di lingkungan Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Pusat dalam forum Strategi Edukasi dan Monev Triwulan III/2025.

Apa saja 3 tantangan utama sistem pajak Indonesia? Ketiganya adalah edukasi, narasi kebijakan, dan pengelolaan data (mencakup pengumpulan, analisis, dan kualitas).

"Tiga problem itu yang membuat pergerakan tax ratio kita stagnan dan sulit menyamai negara-negara maju," kata Darussalam yang juga membuka Lokakarya Teknik Penulisan yang diikuti 80 penyuluh pajak di Kanwil DJP Jakpus, Jumat (22/8/2025).

Seperti diketahui, capaian tax ratio Indonesia pada 2024 bertahan di angka 10,08%. Angka ini jauh di bawah standar internasional menurut IMF, yakni minimal 15%. Angka tersebut menjadi batas ideal bagi Indonesia agar bisa secara mandiri membiayai pembangunannya.

Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) juga mencatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan kinerja tax ratio yang relatif rendah. Tax ratio RI masih lebih rendah dari rata-rata 36 negara Asia, bahkan jauh di bawah negara-negara anggota OECD.

"Nah, salah satu penghambatnya adalah edukasi pajak yang belum optimal. Juga pembentukan narasi kebijakan yang belum berjalan dengan baik. Dua dari tiga problem tadi [edukasi dan narasi kebijakan] diemban oleh penyuluh pajak," imbuh Darussalam.

Edukasi perpajakan memang menjadi salah satu pekerjaan rumah terberat otoritas pajak. Apalagi, tingkat literasi masyarakat Indonesia yang masih rendah. Kondisi inilah yang membuat penyuluh pajak perlu melakukan pendekatan yang lebih humanis dan taktis dalam menyasar akar rumput.

"Edukasi perlu untuk memberikan pemahaman kepada publik di balik setiap regulasi yang keluar," kata Darussalam.

Tantangan kedua adalah narasi kebijakan. Bagi Darussalam, wajib hukumnya bagi otoritas pajak untuk membangun narasi di balik setiap kebijakan yang disusun dan diterbitkan. Publik perlu 'diarahkan' untuk memahami landasan dan latar belakang di balik dijalankannya sebuah aturan perpajakan.

"Misalnya, tax expenditure kita yang menyentuh Rp530 triliun. Ibaratnya, ini adalah fasilitas yang diberikan negara kepada masyarakat. Nah, masyarakat perlu diberi narasi mengenai apa dan untuk apa belanja perpajakan itu," kata Darussalam.

Narasi kebijakan juga diperlukan agar masyarakat memiliki kepatuhan sukarela dalam menjalankan kewajibannya. Dalam konteks tax expenditure tadi, masyarakat pada akhirnya perlu tahu bahwa ada 'kebaikan' berupa fasilitas yang diberikan oleh pemerintah untuk meringankan beban pajak masyarakat.

"Itu lah pentingnya menarasikan sebuah kebijakan. Ketika tanpa narasi, resistensi publik terhadap sebuah kebijakan akan muncul," kata Darussalam.

Tantangan terakhir adalah pengelolaan data. Perkara data perpajakan memang masih menjadi PR otoritas pajak hingga saat ini, terutama terkait dengan pengumpulan, analisis, dan jaminan kualitasnya.

Darussalam mendorong penyuluh pajak untuk memahami bahwa di pundak penyuluhlah tantangan sistem pajak Tanah Air diemban. Nah, dua tantangan yang ada, yakni edukasi dan narasi kebijakan, bisa diatasi melalui tulisan-tulisan oleh para penyuluh.

Karenanya, Darussalam mendorong seluruh penyuluh pajak untuk lebih aktif lagi menulis dan memublikasikan karyanya. Melalui tulisan, aspek edukasi dan narasi kebijakan bisa terpenuhi.

Merespons Darussalam, Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat Muktia Agus Budi Santosa turut mendorong para penyuluh untuk meningkatkan keterampilannya dalam menulis artikel. Muktia menyambut positif kolaborasi antara otoritas pajak dengan DDTC dalam membekali para penyuluh dengan keterampilan menulis.

"Memang kami tidak bisa berjalan sendiri. Semoga melalui pelatihan yang diberikan oleh DDTC, para penyuluh bisa termotivasi untuk menulis dan memperluas jangkauan edukasi perpajakan kepada masyarakat," kata Muktia.

Sebagai informasi, Lokakarya Teknik Penulisan oleh Kanwil DJP Jakarta Pusat ini juga disampaikan oleh Head of DDTC Tax Knowledge & Training Center Kurniawan Agung Wicaksono. Turut hadir juga Pemimpin Redaksi DDTCNews Sapto Andika Candra dan Fungsional Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jakarta Pusat Dian Anggraeni. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.