BERITA PAJAK HARI INI

Ingat, Pengecualian PPh Dividen Sudah Berlaku Sejak 2 November 2020

Redaksi DDTCNews | Selasa, 23 Februari 2021 | 08:28 WIB
Ingat, Pengecualian PPh Dividen Sudah Berlaku Sejak 2 November 2020

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pengecualian dividen dari objek pajak penghasilan (PPh) berlaku sejak UU Cipta Kerja diundangkan, yakni 2 November 2020. Ketentuan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (23/2/2021).

Dalam PP 9/2021 disebutkan pengecualian dividen atau penghasilan lain dari objek PPh – sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh yang telah diubah melalui penerbitan UU Cipta Kerja – berlaku untuk dividen atau penghasilan lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

“[Pengecualian] berlaku untuk dividen atau penghasilan lain yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dan badan dalam negeri sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” bunyi penggalan Pasal 2A ayat (1) PP 94/20210 yang telah diubah lewat PP 9/2021.

Baca Juga:
Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

Dividen yang dikecualikan dari objek PPh itu merupakan dividen yang dibagikan berdasarkan rapat umum pemegang saham atau dividen interim sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rapat umum pemegang saham atau dividen interim itu termasuk rapat sejenis dan mekanisme pembagian dividen sejenis.

Adapun yang dimaksud dengan penghasilan lain merupakan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri dan penghasilan aktif dari luar negeri tidak melalui BUT.

Selain mengenai PPh dividen, ada pula bahasan tentang laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencatat adanya kenaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) terkait dengan dugaan tindak pidana perpajakan sepanjang 2020.

Baca Juga:
Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Skema Penyetoran Sendiri

Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 2A ayat (5) PP 94/20210 yang telah diubah lewat PP 9/2021, dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri atau wajib pajak badan dalam negeri, tidak dipotong PPh.

Jika wajib pajak orang pribadi dalam negeri tidak memenuhi ketentuan investasi, atas dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri terutang PPh pada saat dividen diterima atau diperoleh.

Baca Juga:
Tinggal 4 Hari, DJP: WP Badan Jangan Sampai Telat Lapor SPT Tahunan

“Pajak penghasilan yang terutang … wajib disetor sendiri oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri,” demikian bunyi penggalan Pasal 2A ayat (7).

Sesuai dengan Pasal 2A ayat (8) PP 94/2010 yang telah diubah dengan PP 9/2021, ketentuan mengenai tata cara penyetoran sendiri oleh wajib pajak orang pribadi masih akan diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri keuangan (PMK). (DDTCNews)

  • Ketentuan Pengecualian PPh Dividen

Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh, untuk dividen dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan dalam negeri sudah langsung dikecualikan dari objek PPh. Namun, untuk dividen dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi, harus memenuhi syarat diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

Baca Juga:
Ada NITKU, NPWP Cabang Tidak Berlaku Lagi?

Adapun untuk dividen dan penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri bisa dikecualikan dari objek PPh sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis lainnya Indonesia dalam jangka waktu tertentu serta memenuhi salah satu persyaratan.

Persyaratan yang dimaksud adalah pertama, dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit 30% dari laba setelah pajak. Kedua, dividen berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum dirjen pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut. (DDTCNews)

  • Pengajuan Restitusi

Ditjen Pajak (DJP) menyebut PPh atas dividen yang diterima wajib pajak dalam negeri yang terlanjur dipungut setelah berlakunya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, bisa diajukan restitusi. Permohonan restitusi bisa diajukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PMK 187/2015.

Baca Juga:
Status PKP Dicabut, Tak Bisa Lapor SPT Masa PPN Normal dan Pembetulan

Pada masa transisi sejak UU Cipta Kerja berlaku dan sebelum diterbitkannya PMK yang memerinci ketentuan mengenai pengecualian dividen dari pengenaan PPh, DJP menetapkan dividen dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi tetap dipotong PPh sesuai dengan ketentuan.

Khusus untuk dividen dari dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak badan dalam negeri, DJP menetapkan tidak ada pemotongan PPh. Kemudian, pemotong PPh pun tidak perlu memiliki surat keterangan bebas (SKB). Simak ‘PPh Dividen Terlanjur Dipotong, DJP Bilang Bisa Restitusi’. (DDTCNews)

  • Kenaikan LTKM Dugaan Pidana Perpajakan

PPATK mencatat ada1.602 LTKM yang terkait dengan dugaan tindak pidana perpajakan sepanjang 2020. Jumlah tersebut meningkat bila dibandingkan catatan pada 2019. LTKM terkait dengan dugaan tindak pidana perpajakan yang diterima PPATK pada 2019 mencapai 1.481 LTKM.

Baca Juga:
Penerimaan Pajak Secara Neto Kontraksi 8,86 Persen di Kuartal I/2024

"Berdasarkan LTKM selama tahun 2020, diketahui sebanyak 38,4% LTKM saja yang mampu diidentifikasi oleh pihak pelapor terindikasi tindak pidana, dan selebihnya sebanyak 61,6% LTLM tidak terisi atau belum mengindikasikan tindak pidana," tulis PPATK dalam Buletin Statistik Anti Pencucian Uang & Pencegahan Pendanaan Terorisme. Simak ‘Naik, Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Dugaan Pidana Perpajakan’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Permintaan Data dan Informasi

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan otoritas selalu melakukan permintaan data transaksi keuangan kepada PPATK untuk pelaksanaan proses pemeriksaan atau penyidikan pajak terhadap wajib pajak di Tanah Air.

Namun, DJP tidak hanya meminta data kepada PPATK. Pasalnya, permintaan data dan informasi secara rutin dilakukan terhadap 69 instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya (ILAP). Selain itu, DJP juga menerima data keuangan dari perbankan. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Pengajuan Sertel ke KPP Hanya Bisa oleh Pengurus Badan, Siapa Saja?
  • Konsinyasi

Pemerintah mulai memperjelas ketentuan mengenai perlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan barang berwujud secara konsinyasi akibat diubahnya UU PPN melalui UU Cipta Kerja. Dalam PP 9/2021, pemerintah merevisi PP 1/2012 dan menyisipkan Pasal 17A.

Pasal 17A itu menyatakan penyerahan barang kena pajak (BKP) berwujud bagi consignor terjadi pada saat harga atas penyerahan BKP berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan ataupun ketika pengusaha kena pajak (PKP) consignor menerbitkan faktur pajak. (DDTCNews/Kontan)

  • Evaluasi Perda Pajak dan Retribusi Daerah

Pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri memiliki kewenangan untuk mengevaluasi peraturan daerah (perda) pajak dan retribusi daerah hingga aturan pelaksanaanya.

Baca Juga:
Terkait Transfer Pricing, Pemeriksaan Kantor Bisa Diubah ke Lapangan

Pada Pasal 18 PP 10/2021, kedua kementerian tersebut akan mengevaluasi perda pajak dan retribusi yang berpotensi bertentangan dengan kepentingan umum, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, tidak sesuai dengan kebijakan fiskal nasional, atau menghambat ekosistem investasi dan kemudahan berusaha.

“Pengawasan ... dilakukan berdasarkan laporan hasil pemantauan, laporan masyarakat, pemberitaan media, kunjungan lapangan, analisis perkembangan realisasi pajak dan retribusi, dan/atau sumber informasi lainnya," bunyi Pasal 19 ayat (1) PP 10/2021. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

Jumat, 26 April 2024 | 13:39 WIB PENERIMAAN PAJAK

Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tinggal 4 Hari, DJP: WP Badan Jangan Sampai Telat Lapor SPT Tahunan

Jumat, 26 April 2024 | 11:47 WIB KONSULTASI PAJAK

Ada NITKU, NPWP Cabang Tidak Berlaku Lagi?

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

Jumat, 26 April 2024 | 13:39 WIB PENERIMAAN PAJAK

Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tinggal 4 Hari, DJP: WP Badan Jangan Sampai Telat Lapor SPT Tahunan

Jumat, 26 April 2024 | 13:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perpanjangan SPT Tahunan, DJP: Tak Dibatasi Alasan Tertentu

Jumat, 26 April 2024 | 12:00 WIB PROVINSI GORONTALO

Tarif Pajak Daerah Terbaru di Gorontalo, Simak Daftarnya

Jumat, 26 April 2024 | 11:47 WIB KONSULTASI PAJAK

Ada NITKU, NPWP Cabang Tidak Berlaku Lagi?

Jumat, 26 April 2024 | 11:30 WIB KP2KP MUKOMUKO

Petugas Pajak Ingatkan WP soal Kewajiban yang Sering Dilupakan PKP

Jumat, 26 April 2024 | 11:21 WIB KINERJA FISKAL

APBN Catatkan Surplus Rp 8,1 Triliun pada Kuartal I/2024