Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Suryo Utomo menegaskan tidak ada keterkaitan antara ketentuan natura/kenikmatan sebagai objek pajak penghasilan (PPh) dan kemungkinan wajib pajak dilakukan pemeriksaan.
Suryo mengatakan kebijakan natura dan/atau kenikmatan sebagai objek PPh yang berlaku sejak Januari 2023 memang berpotensi menyebabkan wajib pajak berstatus kurang bayar saat menyampaikan SPT Tahunan 2023. Meski demikian, hal ini tidak serta merta membuat wajib pajak tersebut diperiksa otoritas.
"Secara absolut tidak ada hubungan langsung antara implementasi ketentuan terkait dengan natura dengan possibility wajib pajak dilakukan pemeriksaan," katanya, dikutip pada Selasa (25/7/2023).
Suryo mengatakan otoritas telah memiliki daftar prioritas pengawasan wajib pajak berdasarkan profil risikonya. Pada pelaksanaannya, DJP memanfaatkan sistem compliance risk management (CRM) untuk memetakan profil risiko wajib pajak.
DJP juga telah membentuk komite kepatuhan untuk melengkapi implementasi sistem CRM dalam melakukan pengawasan wajib pajak. Nantinya, analisis dan rekomendasi CRM akan ditindaklanjuti komite kepatuhan dengan melihat kondisi sebenarnya di lapangan.
"Apabila kita melihat konteks pemeriksaan, wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan sebetulnya disusun atau berdasarkan profil risiko wajib pajak yang terus kita kembangkan berdasarkan CRM yang saat ini kita terapkan dalam komite kepatuhan," ujarnya.
PMK 66/2023 menyatakan ketentuan natura/kenikmatan sebagai objek PPh mulai berlaku sejak Januari 2023. Namun, pemberi kerja baru memiliki kewajiban memotong PPh pada masa pajak Juli 2023 dan masa pajak selanjutnya.
Dengan ketentuan tersebut, PPh atas natura/kenikmatan yang diterima pada Januari-Juni 2023 wajib dihitung, dibayar, dan dilaporkan sendiri oleh penerimanya dalam SPT PPh. (sap)