BERITA PAJAK HARI INI

Ditjen Bea Cukai & DPR Saling Lempar Bola

Redaksi DDTCNews
Rabu, 09 November 2016 | 09.02 WIB
Ditjen Bea Cukai & DPR Saling Lempar Bola

JAKARTA, DDTCNews – Rencana pemerintah menarik cukai plastik kemasan pada awal 2017 sepertinya akan kembali tertunda. Topik tersebut mewarnai beberap media nasional pagi ini, Rabu (9/11).

Penarikan cukai plastik yang awalnya akan dikenakan untuk plastik kresek ini masih belum jelas, bahkan antara pemerintah dan DPR terkesan saling lempar tanggung jawab.

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengatakan masih menunggu jadwal pembahasan dengan DPR. Sementara DPR mengatakan sudah beberapa kali menjadwalkan pembahasan, namun pemerintah yang membatalkan jadwalnya.

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golongan Karya Mukhamad Misbakhun mengatakan pada dasarnya DPR sangat mendukung penerapan cukai plastik, apalagi tujuannya mengurangi masalah lingkungan dan demi kesehatan. Selain itu, juga karena pemerintah yang sedang membutuhkan penerimaan negara.

Kabar lainnya datang dari tax allowance disiapkan pascapanen, pembiayaan infrastruktur Indonesia terbesar di ASEAN, belanja negara dan repatriasi menjadi andalan, serta daya dorong fiskal dan investasi terbatas. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Sarana Pascapanen Tax Allowance Disiapkan

Kementerian Desa Pembangunan Daeraah Tertinggal dan Transmigrasi mengusulkan agar pelaku usaha yang berinvestasi di sarana pascapanen bisa mendapatkan insentif pajak berupa tax allowance, sehingga penyerapan hasil pertanian di pedesaan meningkat. Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo memberikan gambaran di mana insentif pajak dapat berupa diskon pajak penghasilan (PPh) badan berkisar 5%-10% dengan skema tax allowance yang diberikan selama 5 tahun.

  • Pembiayaan Infrastruktur Indonesia Terbesar di ASEAN

Dibandingkan negara ASEAN lainnya, gap pembiayaan infrastruktur Indonesia menjadi yang paling besar. Kebutuhan pendanaan infrastruktur Indonesia mencapai US$1.162 miliar, namun dana yang tersedia hanya US$441 miliar. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang P.S. Brodjonegoro mengakui Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan dalam merealisasikan proyek infrastrukturnya. Salah satunya terkait mekanisme pendanaan melalui skema kerja sama pemerintah dan swasta atau public private partnership (PPP) yang sulit terealisasi. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya di mana Singapura hanya membutuhkan US$5 miliar, Thailand US$153 miliar, Vietnam US$259 miliar, Filipina US$376 miliar dan Malaysia US$109 miliar.

  • Cadangan Devisa Terancam Turun

Cadangan devisa berisiko tergerus jika nilai tukar rupiah tertekan akibat kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang diprediksi terjadi pada tahun ini. Bank Indonesia melaporkan posisi cadangan devisa pada akhir Oktober 2016 sebesar US$115 miliar atau menurun US$700 juta dari posisi bulan sebelumnya US$115,7 miliar. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara mengatakan penurunan cadangan devisa dikarenakan penerimaan pajak dan penerbitan surat berharga BI (SBBI) valas tidak cukup untuk menutupi kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valas jatuh tempo.

  • Defisit Dipatok 2,7%, Cash Flow Diawasi

Kementerian Keuangan akan terus memantau arus dana atau cash flow pemerintah di akhir tahun agar tetap aman. Sebab biasanya penyerapan anggaran belanja negara akan melonjak di akhir tahun. Oleh karena itu, untuk menjaga cash flow tetap aman, pemerintah perlu menyiapkan mitigasi. Untuk mengantisipasi pelebaran defisit, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta penerimaan negara terutama penerimaan pajak lebih ditingkatkan lagi.

  • Daya Dorong Fiskal dan Investasi Terbatas

Pemerintah berharap volume stimulus fiskal dan investasi swasta meningkat pada triwulan IV-2016 sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun. Namun, kondisi faktual justru menunjukkan bahwa dua sumber pertumbuhan ekonomi tersebut sangat terbatas karena tekanan ekonomi. Chatib Basri mengatakan stimulus fiskal mengalami tekanan karena pertumbuhan realisasi pendapatan negara, terutama pajak masih sangat landai. Jika dua bulan ke depan tidak ada lonjakan berarti stimulus fiskal akan sangat terbatas. Sementara, soal investasi swasta, permintaan masyarakat yang masih lemah menjadi pertimbangan utama investasi. Pertumbuhan penyaluran kredit bank yang rendah berimplikasi pada swasta yang menahan ekspansi atau investasi. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.