BERITA PAJAK HARI INI

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Pajak Kini Paling Lama 30 Hari

Redaksi DDTCNews
Selasa, 25 Februari 2025 | 08.00 WIB
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Pajak Kini Paling Lama 30 Hari

JAKARTA, DDTCNews - Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP) dan pelaporannya kini dipangkas menjadi maksimal 30 hari. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (25/2/2025).

Merujuk pada PMK 15/2025, PAHP merupakan tahap pembahasan antara wajib pajak dan pemeriksa pajak atas temuan pemeriksaan. Hasil PAHP tersebut kemudian dituangkan dalam berita acara PAHP yang berisi koreksi pokok pajak terutang dan perhitungan sanksi dan/atau denda administratif.

“Jangka waktu PAHP dan pelaporan...paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak...sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan,” bunyi Pasal 6 ayat (3) PMK 15/2025.

Jangka waktu PAHP dan pelaporan tersebut lebih singkat ketimbang peraturan terdahulu. Pada PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021, jangka waktu PAHP dan pelaporan maksimal 2 bulan sejak tanggal SPHP disampaikan hingga tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Dengan demikian, total jangka waktu pemeriksaan berdasarkan PMK 15/2025 menjadi lebih singkat. Perlu diingat, jangka waktu pemeriksaan terbagi menjadi 2, yaitu jangka waktu pengujian dan jangka waktu PAHP serta pelaporan.

Berdasarkan PMK 15/2025, jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan lengkap maksimal 5 bulan sejak surat pemberitahuan pemeriksaan (SP2) disampaikan hingga tanggal SPHP disampaikan. Jika ditambah dengan jangka waktu PAHP maka pemeriksaan lengkap idealnya dilakukan 6 bulan.

Lalu, jangka waktu pengujian atas pemeriksaan terfokus maksimal 3 bulan sejak surat pemberitahuan pemeriksaan (SP2) disampaikan hingga tanggal SPHP disampaikan. Bila ditambahkan dengan jangka waktu PAHP maka pemeriksaan terfokus idealnya dilakukan 4 bulan.

Jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan spesifik maksimal 1 bulan sejak surat pemberitahuan pemeriksaan (SP2) disampaikan hingga tanggal SPHP disampaikan. Jika ditambahkan dengan jangka waktu PAHP maka pemeriksaan spesifik idealnya dilakukan 2 bulan.

Namun, ketentuan jangka waktu pengujian tersebut dikecualikan untuk pemeriksaan spesifik terkait dengan kriteria pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan atas data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

Untuk pemeriksaan dikarenakan adanya data konkret, jangka waktu pengujiannya maksimal 10 hari kerja. Adapun jangka waktu PAHP dan pelaporannya maksimal 10 hari kerja.

Selain jangka waktu PAHP, ada pula ulasan mengenai RPJMN yang memuat rencana pembentukan badan penerimaan negara. Ada juga bahasan terkait dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang mendapatkan modal dari APBN.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Perpanjangan Pemeriksaan WP Grup & Transfer Pricing Maksimal 4 Bulan

PMK 15/2025 juga memberikan kewenangan kepada Ditjen Pajak (DJP) untuk memperpanjang jangka waktu pemeriksaan atas wajib pajak yang merupakan bagian dari grup atau wajib pajak yang melakukan transaksi transfer pricing.

Pasal 6 ayat (5) PMK 15/2025 mengatur jangka waktu pengujian atas wajib pajak grup atau wajib pajak transfer pricing bisa diperpanjang maksimal selama 4 bulan dari sebelumnya maksimal selama 6 bulan.

"Jangka waktu pengujian…wajib pajak dalam satu grup; dan/atau wajib pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang terindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 bulan," bunyi Pasal 6 ayat (5) PMK 15/2025. (DDTCNews)

BPI Danantara Bakal Dapat Suntikan Modal Rp300 Triliun dari APBN

Pemerintah berencana menyuntikkan dana senilai lebih dari Rp300 triliun kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Presiden Prabowo Subianto mengatakan dana senilai lebih dari Rp300 triliun tersebut berasal dari efisiensi atas anggaran belanja yang selama ini dialokasikan secara kurang tepat sasaran.

"Dana yang sebelumnya terhambat oleh inefisiensi, korupsi, dan belanja-belanja yang kurang tepat sasaran, kini dana tersebut akan dialokasikan untuk dikelola Danantara Indonesia," katanya. (DDTCNews/Kompas/Bisnis Indonesia/Kontan)

UPE Sudah Lapor GIR, Entitas Konstituen di Indonesia Cukup Notifikasi

Entitas konstituen dari grup perusahaan multinasional yang berlokasi di Indonesia tidak wajib menyampaikan GloBE information return (GIR) kepada Ditjen Pajak (DJP) jika entitas dimaksud bukanlah entitas induk utama.

Bila entitas konstituen yang ada di Indonesia bukanlah entitas induk utama, entitas dimaksud hanya diwajibkan untuk menyampaikan notifikasi.

"Notifikasi hanya disampaikan oleh entitas konstituen jika induknya berada di luar negeri dan entitas induk utamanya melaporkan GIR. Entitas di Indonesia cukup melaporkan notifikasi saja," kata Analis Perpajakan Internasional DJP Johanes Saragih. (DDTCNews)

RPJMN 2025-2029, Ada Rencana Bentuk Badan Penerimaan Negara

Pemerintah tetap berencana membentuk badan penerimaan negara (BPN) guna meningkatkan rasio pendapatan negara menjadi sebesar 23% dari PDB sesuai dengan janji Presiden Prabowo Subianto sepanjang kampanye Pilpres 2024.

Wacana tersebut termuat dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dalam Perpres 12/2025. Pembentukan badan penerimaan negara dianggap perlu untuk meningkatkan penerimaan perpajakan serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Rendahnya pendapatan negara di Indonesia saat ini disebabkan masih terdapatnya kesenjangan mencakup aspek administrasi (administration gap) maupun kebijakan (policy gap) yang memerlukan transformasi tata kelola kelembagaan sebagai enabler untuk optimalisasi pendapatan negara," tulis pemerintah dalam RPJMN 2025-2029. (DDTCNews)

Capaian Tax Buoyancy pada Tahun Lalu sebesar 0,71

Kinerja penerimaan perpajakan tahun lalu makin tidak mencerminkan aktivitas ekonomi yang masih tumbuh alias tidak lagi elastis setelah tax buoyancy merosot di bawah 1.

Tahun lalu, penerimaan perpajakan mencapai Rp2.232,6 triliun, tumbuh 3,6% dari tahun sebelumnya dan ekonomi tumbuh 5,03%. Alhasil, perbandingan antara pertumbuhan penerimaan perpajakan dan pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu menghasilkan tax buoyancy sebesar 0,71.

Angka di bawah 1 tersebut menunjukkan penerimaan perpajakan tidak elastis mengikuti aktivitas ekonomi. Secara sederhana, penerimaan perpajakan hanya naik 0,71% untuk setiap ekonomi tumbuh 1%. (Bisnis Indonesia)

Penerimaan Pajak Awal Tahun Turun karena Coretax dan Skema TER

Penerimaan pajak tahun 2025 menghadapi tantangan besar akibat sejumlah kebijakan yang diterapkan DJP. Pada Januari 2025, penerimaan pajak mengalami penurunan signifikan hingga Rp70 triliun.

Menurut sumber yang enggan disebutkan namanya, terdapat 2 faktor utama yang menyebabkan penurunan tersebut, yaitu permasalahan teknis dalam sistem Coretax DJP serta penerapan skema tarif efektif rata-rata (TER) PPh Pasal 21.

Pada gilirannya, penurunan kinerja penerimaan pajak juga berpotensi berdampak terhadap defisit anggaran 2025. (Kontan)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.