Ilustrasi.
TUNIS, DDTCNews – Pemerintah Tunisia berencana menaikkan tarif pada beberapa jenis pajak pada 2022 sebagai salah satu cara dalam meningkatkan penerimaan negara, sekaligus mengurangi defisit APBN.
Perdana Menteri Tunisia Najla Boden mengatakan penerimaan negara dari pajak harus ditingkatkan. Hal itu didasarkan pada kondisi defisit anggaran di Tunisia yang terus melonjak setiap tahunnya. Tahun ini, defisit sudah menyentuh 8,3% dari PDB.
“Tunisia akan mengurangi defisit anggaran menjadi 7,7% pada 2022 dari 8,3% pada 2021,” katanya seperti dilansir Cnbcarabia, dikutip pada Kamis (23/12/2021).
Boden menargetkan tambahan penerimaan negara senilai TND3,5 miliar atau setara dengan Rp17,28 triliun pada 2022. Pajak yang akan dinaikkan tarifnya di antaranya pajak tembakau dengan target penerimaan sejumlah TND300 juta.
Pemerintah juga menargetkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada 2022 sejumlah TND300 juta. Tak hanya itu, pemerintah juga akan menaikkan sanksi denda bagi pelanggaran kewajiban pajak, dari semula 1% menjadi 3%.
Boden menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah tersebut juga menjadi bagian dari upaya reformasi struktural perpajakan. Hal ini sebagai implikasi atas syarat pemberian pinjaman dari IMF kepada Tunisia.
Di sisi lain, kenaikan tarif pajak untuk penerimaan negara tersebut menuai penolakan dari masyarakat Tunisia. Salah satu kelompok masyarakat yang menolak kenaikan pajak antara lain kalangan serikat pekerja dan oposisi pemerintahan.
Menurut mereka, kenaikan tarif pajak akan menyebabkan biaya kebutuhan hidup meningkat. Mereka juga mencontohkan negara Venezuela yang mengalami krisis akibat memajaki penduduknya dengan tarif yang tinggi.
Potensi tersebut dapat terjadi di Tunisia apabila kebijakan tersebut benar-benar diterapkan pada 2022. Untuk itu, Pemerintah disarankan untuk kembali ke tatanan konstitusi yang inklusif terhadap berbagai masukan atas situasi ekonomi yang terjadi di negaranya. (rizki/rig)