RESENSI JURNAL

Dampak Covid-19 Terhadap Transfer Pricing Transaksi Keuangan Intragrup

Redaksi DDTCNews | Kamis, 29 Juli 2021 | 13:00 WIB
Dampak Covid-19 Terhadap Transfer Pricing Transaksi Keuangan Intragrup

PANDEMI Covid-19 menyebabkan banyak perusahaan mengalami penurunan penerimaan. Kondisi tersebut turut berdampak terhadap transaksi keuangan intragrup, seperti pinjaman yang makin diperlukan perusahaan dalam mendanai kegiatan operasional.

Dampak terhadap transaksi keuangan intragrup dibahas dalam publikasi ilmiah yang berjudul The Impact of COVID-19 on the Transfer Pricing of Intercompany Financial Transaction such as Loan, Borrowings and Guarantees - An Indian Perspective.

Jurnal yang disusun oleh Vispi T. Patel, Amol S. Mahajan, dan Anwesha Bandyopadhyay ini membahas transaksi keuangan intragrup, khususnya transaksi pinjaman dan jaminan dengan contoh kasus di India dan solusi untuk meminimalkan dampak Covid-19.

Baca Juga:
Pengusaha Pesimistis Amount B Sederhanakan Ketentuan Transfer Pricing

Pandemi memberikan dampak yang luas bagi transaksi keuangan. Banyak perusahaan bahkan mengalami kesulitan untuk membayar pinjaman dan bunga sesuai dengan kesepakatan pinjaman sebelum adanya pandemi.

Alhasil, perusahaan melakukan restrukturisasi kesepakatan pinjaman atau melakukan kesepakatan pinjaman baru untuk menurunkan tingkat bunga pinjaman. Hal tersebut pada akhirnya memberikan berbagai implikasi terhadap aspek transfer pricing.

OECD Transfer Pricing Guidance on Financial Transaction 2020 (OECD TPG) menjelaskan keadaan ekonomi dapat menyebabkan perubahan transaksi keuangan sehingga memungkinan perusahaan untuk menegosiasikan kembali persyaratan pinjaman.

Baca Juga:
Penyesuaian Keterkaitan dalam Penentuan Transfer Pricing

Namun demikian, semua opsi yang tersedia secara realistis bagi pemberi dan penerima pinjaman tetap perlu dipertimbangkan. Analisis kewajaran transfer pricing terkait dengan restrukturisasi pinjaman perlu juga dilihat dari strategi bisnis yang diambil oleh kedua belah pihak.

Di India, aturan terkait dengan restrukturisasi pinjaman mengacu pada standar akuntansi India. Pinjaman dapat tidak diakui sebagai utang apabila ada pembatalan atau modifikasi kesepakatan pinjaman. Adanya restrukturisasi pinjaman juga dapat mengakibatkan pinjaman direklasifikasi sebagai modal.

Lebih lanjut, adanya dampak akibat pandemi Covid-19 memungkinan untuk penerapan klausul force majeure dalam perjanjian pinjaman. Dalam berbagai kasus di Pengadilan India, terdapat beberapa pandangan yang berbeda perihal penerapan klausul tersebut. Penulis berpendapat latar belakang untuk menerapkan klausul ini harus dievaluasi dari berbagai perspektif dan berdasarkan keadaan ekonomi yang relevan.

Baca Juga:
Anggota Inclusive Framework Sepakati Pilar 1 Amount B, Ini Kata DJP

Sementara itu, otoritas pajak India menilai transaksi pinjaman intragrup berdasarkan kewajaran tingkat bunga pinjaman yang diterima atau dibayarkan oleh wajib pajak. Faktor penting dalam menilai kewajaran tingkat bunga pinjaman berkaitan dengan apakah pihak independen akan melakukan transaksi pinjaman dengan karakteristik yang serupa dalam hal tingkat bunga, periode pinjaman, mata uang, dan lainnya.

Selanjutnya, dalam hal pencarian tingkat bunga pembanding, adanya pandemi menyebabkan sulitnya pencarian perjanjian pembanding independen dengan persyaratan dan kondisi yang serupa dengan transaksi diuji.

Untuk itu, berdasarkan OECD TPG, jika terdapat perjanjian pembanding afiliasi dengan karakteristik yang serupa dengan transaksi yang diuji maka tetap dapat menjadi pembanding yang valid. Pembanding afiliasi yang dimaksud disini adalah tingkat bunga pinjaman dari pihak independen kepada anggota lain dari grup usaha yang sama dengan wajib pajak.

Baca Juga:
Profesional DDTC Ulas Ketentuan Baru TP di Publikasi Internasional

Lebih lanjut, otoritas pajak India juga membatasi ketentuan besaran bunga pinjaman yang dinilai wajar yaitu apabila nilai bunga pinjaman tidak melebihi 30% dari earning before income tax, depreciation, and amortization (EBITDA).

Dengan demikian, dapat diketahui transaksi pinjaman intragrup di India dikatakan wajar apabila karakteristik transaksi pinjaman sebanding dengan pihak independen dan besaran bunga pinjaman tidak melebihi batas yang telah ditentukan.

Dampak Covid-19 pada transaksi keuangan intragrup lainnya adalah terkait dengan transaksi jaminan. Di India, transaksi jaminan dinilai dapat memberikan kemudahan untuk mendapatkan pinjaman dari pihak independen dengan tingkat bunga yang lebih rendah daripada tanpa adanya jaminan.

Baca Juga:
Tahapan Pendahuluan Transaksi Jasa Intragrup Dikupas dalam Buku DDTC

Dalam beberapa kasus di India, transaksi jaminan dipandang oleh wajib pajak sebagai kegiatan pemegang saham yang tidak memengaruhi laba, pendapatan, atau aset pemberi jaminan sehingga kegiatan ini tidak menimbulkan adanya komisi jaminan. Dari perspektif otoritas pajak India, praktik tersebut dianggap tidak wajar lantaran tidak ada pihak independen yang mau memberikan jaminan tanpa adanya komisi jaminan.

Dalam jurnal ini, penulis menjelaskan analisis kewajaran transaksi jaminan intragrup perlu dilakukan evaluasi terkait apakah terdapat manfaat tambahan (incremental benefit) yang memberikan dukungan implisit secara khusus bagi perusahaan dalam satu grup usaha. Adapun transaksi yang dianggap memberikan manfaat tambahan misalnya terdapat keringanan dalam hal tingkat bunga, jatuh tempo, dan lainnya.

Pada bagian akhir jurnal, penulis memberikan beberapa solusi untuk meminimalisasi dampak Covid-19 terhadap transaksi keuangan intragrup seperti penundaan pembayaran pinjaman, penurunan tingkat bunga pinjaman, dan melakukan restrukturisasi pinjaman.

Baca Juga:
Penyesuaian PPN atas Harga Jual yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa

Meski begitu, penulis menekankan wajib pajak tetap harus memerhatikan kewajaran transaksi keuangan intragrup yang dilakukan pada masa pandemi. Wajib pajak juga dapat menjelaskan substansi ekonomi yang terkena dampak Covid-19 dalam dokumentasi transfer pricing bahwa pandemi mempersulit wajib pajak mempertahankan kesepakatan pinjaman yang telah ada dan menunjukkan restrukturisasi pinjaman telah dilakukan secara wajar.

Secara keseluruhan, jurnal ini sangat menarik untuk dibaca. Jurnal ini mampu memberikan pemahaman yang komprehensif terkait dengan dampak Covid-19 pada transaksi keuangan intragrup dan kaitannya dengan aspek transfer pricing.

Berbagai solusi yang ditawarkan penulis juga dijelaskan secara terperinci sehingga dapat dipelajari lebih lanjut, baik bagi wajib pajak maupun otoritas pajak yang mengalami kondisi serupa.

*Artikel ini merupakan artikel yang diikutsertakan dalam Lomba Resensi Jurnal untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC. Simak artikel lainnya di sini.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 03 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penyesuaian Keterkaitan dalam Penentuan Transfer Pricing

Jumat, 01 Maret 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota Inclusive Framework Sepakati Pilar 1 Amount B, Ini Kata DJP

Jumat, 01 Maret 2024 | 07:45 WIB TRANSFER PRICING

Profesional DDTC Ulas Ketentuan Baru TP di Publikasi Internasional

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi