REKONSILIASI FISKAL (3)

Contoh Kasus Beda Tetap dalam Rekonsiliasi Fiskal

Awwaliatul Mukarromah | Senin, 10 Februari 2020 | 09:15 WIB
Contoh Kasus Beda Tetap dalam Rekonsiliasi Fiskal

DALAM konsep rekonsiliasi fiskal, dikenal jenis koreksi beda tetap (permanent different) dan beda waktu (time different). Perbedaan keduanya telah diulas dalam artikel kelas pajak sebelumnya. Adapun dalam artikel ini, akan diulas lebih jauh mengenai beda tetap dan contoh kasusnya.

Secara definisi, beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang sifatnya permanen.

Apabila dalam suatu tahun atau periode saat ini suatu penghasilan/biaya tidak dapat diakui sebagai penghasilan/biaya menurut undang-undang, maka pada tahun atau periode yang akan datang juga tidak dapat diakui sebagai penghasilan/biaya di dalam laporan laba/rugi.

Baca Juga:
Gaji Anggota Firma atau CV Tak Bisa Dibiayakan, Harus Dikoreksi Fiskal

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan penghasilan/biaya tidak boleh diakui di dalam laporan laba/rugi. Pertama, adanya objek penghasilan yang bersifat final. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), beberapa penghasilan yang tergolong final di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
  2. penghasilan berupa hadiah undian.
  3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
  4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
  5. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Apabila dalam laporan laba/rugi wajib pajak terdapat penghasilan yang disebutkan di atas maka harus dilakukan koreksi atau penyesuaian. Koreksi ini bersifat permanen. Selain itu, dalam pengenaan PPh Pasal 4 (2) ini, segala biaya untuk mendapat penghasilan bersangkutan tidak boleh mengurangi penghasilan bruto (non deductible).

Kedua, penghasilan yang bukan objek PPh. Dalam hal ini, menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut UU PPh bukan merupakan penghasilan. Menurut Pasal 4 ayat 3 UU PPh beberapa penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak di antaranya adalah sebagai berikut:

Baca Juga:
Memahami Jenis Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
  1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
  2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  3. Warisan;
  4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
  5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang PPh;
  6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
  7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;
  8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
  9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada nomor 8, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
  10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
  11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan PMK; dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK;
  13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK; dan
  14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK.

Ketiga, perbedaan pengakuan biaya menurut komersial dan fiskal. Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut UU PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU PPh, tentang biaya atau beban yang tidak dapat mengurangi penghasilan bruto adalah sebagai berikut:

  1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
  2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
  3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan;
  4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan;
  5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan PMK;
  6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
  7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
  8. Pajak Penghasilan;
  9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
  10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; dan
  11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.

Contoh Kasus

Baca Juga:
Hindari Penagihan Aktif, Fiskus Imbau WP Segera Lunasi Tunggakan Pajak

Untuk lebih memahami koreksi fiskal yang bersifat beda tetap, dapat dipelajar contoh kasus berikut ini. PT ABC adalah perusahaan di bidang perdagangan (trading company). Pada tahun 2020, laporan laba/rugi komersial sederhana dari PT ABC adalah sebagai berikut:

PT ABC
Laporan Laba/Rugi Komersial Tahun 2020
(dalam rupiah)


Baca Juga:
Perlu Tahu, Ini Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
Laporan L/R Jumlah
Penjualan Bruto 4.000.000.000
Harga Pokok Penjualan (800.000.000)
Laba Kotor 3.200.000.000
Biaya Sanksi Pajak (PPh) (100.000.000)
Penghasilan Bunga Deposito 200.000.000
Penghasilan Sumbangan/Donasi 300.000.000
Laba Bersih 3.600.000.000



Berdasarkan data dalam laporan laba /rugi di atas dapat dilihat bahwa ada komponen penghasilan bunga deposito sebesar Rp200.000.000. Menurut Pasal 4 ayat (2), penghasilan bunga deposito ini merupakan salah satu penghasilan yang tergolong final maka penghasilan bunga deposito ini harus dilakukan koreksi/penyesuaian fiskal.

Baca Juga:
Banyak Pegawai Senior Tak Paham e-Filing, KP2KP Tawarkan Kelas Pajak

Hal yang sama juga berlaku atas penghasilan berupa sumbangan atau donasi yang diterima PT ABC sebesar Rp300.000.000. Menurut Pasal 4 ayat (3) UU PPh, penghasilan sumbangan di atas jelas termasuk dalam penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak maka harus dilakukan koreksi fiskal.

Selain itu, pada laporan laba rugi PT. ABC di atas terdapat biaya sanksi pajak sebesar Rp100.000.000. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) UU PPh, sanksi administrasi PPh tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto. Ketiga koreksi di atas merupakan bentuk koreksi fiskal beda tetap.

Dengan demikian, setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal, laporan laba/rugi PT ABC pada Tahun 2020 menurut komersial dan fiskal adalah sebagai berikut:

Baca Juga:
Hindari Sanksi Administrasi, WP Diundang KPP Pratama Ikut Kelas Pajak

PT ABC
Rekonsiliasi Fiskal
(dalam rupiah)


Laporan L/R Komersial Koreksi Fiskal
Penjualan Bruto 4.000.000.000 4.000.000.000
Harga Pokok Penjualan (800.000.000) (800.000.000)
Laba Kotor 3.200.000.000 3.200.000.000
Biaya Sanksi Pajak (PPh) (100.000.000) 100.000.000 0
Penghasilan Bunga Deposito 200.000.000 (200.000.000) 0
Penghasilan Sumbangan/Donasi 300.000.000 (300.000.000) 0
Laba Bersih 3.600.000.000 3.200.000.000



Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

11 Februari 2020 | 06:56 WIB

Terima kasih ulasannya detail sekali pak

10 Februari 2020 | 20:22 WIB

Cukup jelas. Terima kasih atas ulasannya

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 02 April 2024 | 10:15 WIB KELAS PPH PASAL 21 (3)

Memahami Jenis Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

Jumat, 08 Maret 2024 | 12:30 WIB KPP PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN

Hindari Penagihan Aktif, Fiskus Imbau WP Segera Lunasi Tunggakan Pajak

Rabu, 06 Maret 2024 | 10:27 WIB KELAS PPH PASAL 21 (2)

Perlu Tahu, Ini Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 18:50 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Simpan Pinjam Modal Rp5 Miliar, Lapkeu Wajib Diaudit AP

Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB KPP MADYA TANGERANG

Lokasi Usaha dan Administrasi Perpajakan WP Diteliti Gara-Gara Ini

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024