JAKARTA, DDTCNews – Menjelang 15 hari berakhirnya program pengampunan pajak (tax amnesty), wajib pajak yang telah mengungkap harta dan membayar uang tebusan, nampaknya tak akan begitu saja bernafas lega, mengingat adanya risiko yang perlu diwaspadai.
Seperti dikutip dari Pasal 18 ayat 3 UU Pengampunan Pajak, wajib pajak penerima tax amnesty dapat terancam sanksi denda pajak penghasilan (PPh) sebesar 200% jika dengan atau tanpa sengaja tidak mengungkap keseluruhan asetnya.
“Ada tambahan sanksi kenaikan sebesar 200% dari pajak penghasilan (PPh) yang tidak atau kurang dibayar,” bunyi pasal tersebut.
Tak hanya kenaikan sanksi sebesar 200%, harta tersebut juga akan tetap dikenakan tarif PPh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, yang saat ini tarif tertingginya sebesar 30%.
Sementara itu, untuk wajib pajak yang melakukan deklarasi sekaligus repatriasi asetnya, tetapi melanggar ketentuan pelaporan dan investasi yang dipersyaratkan, akan dicabut status amnestinya plus dikenai tambahan sanksi administrasi sebesar 2% per bulan selama maksimal dua tahun.
Dengan demikian, fasilitas amnestinya dicabut dan yang bersangkutan akan dikenakan tarif normal PPh atas harta yang sempat dilaporkan dan direpatriasi plus denda administrasi tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui PMK Nomor 118/PMK.03/ 2016 juga kembali menegaskan, dana repatriasi harus mengendap di Indonesia paling singkat tiga tahun. Instrumen investasi yang disiapkan sebagai penampung pun meliputi berbagai instrumen yang bisa dipilih oleh wajib pajak.
Dalam Pasal 38 dari PMK itu ditekankan, wajib pajak penerima tax amnesty yang melakukan repatriasi aset wajib melaporkan perkembangan asetnya di Indonesia secara berkala setiap enam bulan selama tiga tahun sejak pengalihan harta.
Nah, bagi yang melanggar ketentuan investasi dan pelaporan, ada sanksi tegas yang mengancam wajib pajak. Awalnya, Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan surat peringatan bagi wajib pajak yang tidak melaporkan perkembangan asetnya atau mengalihkan asetnya ke luar negeri sebelum tiga tahun.
Apabila surat peringatan tersebut tidak direspons oleh wajib pajak dalam 14 hari, maka dikenakan tarif PPh disertai sanksi administrasi normal yang sesuai dengan ketentuan. Sementara uang tebusan yang telah dibayarkan oleh wajib pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak.
Adapun besaran sanksi administrasi yang dibebankan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan amnesti pajak adalah sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan, terhitung sejak 1 Januari 2017 sampai dikeluarkannya surat ketetapan kurang bayar pajak.
Risiko Bagi yang Tak Ikut Tax Amnesty
UU pengampunan pajak juga mengatur sanksi bagi wajib pajak yang memilih untuk tidak memanfaatkan program tax amnesty.
Ketentuan Pasal 18 ayat 1 menyatakan apabila Dirjen Pajak menemukan data dan informasi mengenai harta yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985-31 Desember 2015 belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) PPh, harta tersebut akan di anggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima. Namun, klaim atas tambahan penghasilan tersebut berlaku paling lama tiga tahun sejak undang-undang ini berlaku.
“Atas tambahan penghasilan tersebut akan dikenai pajak serta sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,” ungkap Pasal 18 ayat 4 UU itu.
Dari ketentuan-ketentuan itu, pada prinsipnya, baik wajib pajak yang memilih ikut maupun tidak ikut program tax amnesty, tetap dituntut untuk jujur memenuhi kewajiban perpajakan. Jika tidak, maka akan dikenai sanksi yang memberatkan. (Amu)