JAKARTA, DDTCNews – Repatriasi program pengampunan pajak hingga kini masih tampak sulit untuk direalisasikan oleh para partisipannya. Kendati demikian, wajib pajak yang batal repatriasi bisa diganti menjadi deklarasi luar negeri, tentunya dengan konsekuensi tersendiri.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan terhambatnya repatriasi program pengampunan pajak didasari oleh berbagai hal, baik dari kondisi dalam negeri maupun kondisi global.
“Permasalahan politik di dalam negeri tentunya menjadi satu pertimbangan yang dipikirkan oleh partisipan tax amnesty yang ingin merealisasikan repatriasinya. Tidak hanya itu, dampak dari kebijakan Trump juga membuat mereka berpikir ulang,” paparnya kepada DDTCNews, Selasa (31/1).
Beberapa waktu sebelumnya pemerintah telah menyebarkan sejumlah imbauan kepada seluruh partisipan yang berkomitmen untuk segera melakukan repatriasi sebelum berganti tahun. Namun, hal ini tampaknya tidak mampu mendorong komitmen menjadi realisasi.
Mengingat, repatriasi sepenuhnya menjadi kewenangan partisipannya dan tanpa paksaan sedikit pun. Partisipan tentunya memilah terlebih dulu sebelum merealisasikan komitmen repatriasinya, karena dana repatriasi yang sudah dialirkan pada sektor tertentu akan tertahan setidaknya 3 tahun.
Pemerintah pun telah menyediakan berbagai bank gateway yang berperan untuk menampung dana dan mengalirkan dana hasil repatriasi ke sektor yang diinginkan oleh partisipan tersebut. Namun, batalnya realisasi atas komitmen repatriasi menjadi kewenangan penuh partisipannya.
Menurutnya sebagian partisipan lebih memilih untuk membatalkan komitmen untuk merepatriasi hartanya, dan justru mengkonversi menjadi deklarasi harta luar negeri. Tentunya deklarasi harta luar negeri akan dikenakan tarif yang lebih tinggi pada periode ketiga ini yaitu sebesar 10%.
“Kalau sekarang kan sudah mahal, sudah periode ketiga. Makanya Apindo mengejar di periode pertama dan mati-matian mendorongnya. Logikanya siapa yang mau bayar lebih mahal,” pungkasnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.