JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kerap menjumpai indikasi tindak pidana korupsi (Tipikor) pada saat melaksanakan tugasnya. Menariknya, hal ini hanya menjadi wacana serta pembahasan internal saja dan tidak menjadi konsumsi publik.
Anggota VI BPK Bahrullah Akbar mengatakan koordinasi antarinstansi perlu dilakukan sebagai langkah untuk mengantisipasi wewenang dan tugas yang tumpang tindih.
“BPK harus berkoordinasi dengan penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan KPK yang memiliki wewenang tinggi dalam memberikan sanksi pelaku Tipikor,” ujarnya di Jakarta, Selasa (8/11).
Bahrullah mengakui proses audit yang dilakukan oleh BPK banyak yang berbau Tipikor, namun justru hanya menjadi wacana dan pembahasan internal saja dan namun tidak dilanjutkan ke proses hukum.
Contohnya, pada saat BPK mengaudit laporan keuangan Kementerian/Lembaga, BPK menemukan unsur yang mengandung Tipikor. Selanjutnya, akan dilaporkan ke lembaga penegak hukum.
Hal tersebut juga berlaku pada Tipikor Wajib, BPK akan melaporkannya ke penegak hukum. Namun, pelaporan tersebut tidak bisa diumumkan secara masal, mengingat BPK tidak diperbolehkan untuk banyak bicara mengenai soal Tipikor.
Di sisi lain, BPK juga kerap menemukan unsur Tipikor pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS). Bahrullah menegaskan besar kemungkinannya Tipikor terjadi di suatu instansi, yang terbukti pada IHPS tersebut.
Maka dari itu, BPK sangat perlu berkoordinasi dengan kejaksaan, kepolisian, dan KPK untuk bisa menangani Tipikor yang kerap dijumpai BPK pada saat menjalankan audit.
Bahrullah berharap kinerja BPK akan semakin mengalami perbaikan ke depannya dengan adanya koordinasi antarinstansi ini. (Gfa)