JAKARTA, DDTCNews ā Keberhasilan programĀ tax amnestyĀ di satu negara bergantung pada faktor komunikasi politik dan publik, pasalnya komunikasi dan pemahaman yang kurang baik bisa mengakibatkan penolakan yang berujung pada kegagalanĀ tax amnesty.
Pakar dan Guru Besar Kebijakan Perpajakan Universitas Indonesia Haula Rosdiana mengatakan kedua faktor tersebut mengakibatkan pola dan karakteristikĀ tax amnestyĀ di satu negara berbeda dengan negara lainnya.
āSecara empiris dan teoritis, literatur memberikan hasil yang bertolak belakang mengenai kegagalan dan keberhasilan. Bisa saja pascaĀ tax amnestyĀ penerimaan justru kembali menurun,ā tuturnya saat mengisi acara diskusi panel tax amnesty di Universitas Indonesia, rabu (3/8).
Haula menekankan pemerintah perlu memperkuat komunikasi politik guna menciptakan transparansi dan akuntabilitas yang bisa mengurangiĀ distrustĀ masyarakat terhadap pemerintah.
Menurut Haula, sekarang sudah saatnya pemerintah tidak lagi memandangĀ tax amnestyĀ sebagai mesin pengumpul anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) semata tetapi juga sebagaiĀ social, economicĀ danĀ political engineering. Ā
Haula menilai pemerintah benar-benar serius menggarapĀ tax amnesty, terbukti dengan Presiden Joko Widodo yang selalau hadir dalam sosialisasiĀ tax amnestyĀ yang sudah digelar di beberapa kota seperti Surabaya, Medan, dan Jakarta.
Ā āAnalogiĀ tax amnestyĀ saat ini di Indonesia adalah jual, obral, dan lega,ā pungkasnya. (Amu)