Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengawasan berbasis kewilayahan oleh Ditjen Pajak (DJP) sudah normal seperti masa sebelum pandemi Covid-19. Dengan begitu, petugas kembali aktif turun ke lapangan untuk bertemu dengan wajib pajak.
Topik tersebut menjadi salah satu isu terhangat sepekan terakhir.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan petugas pajak kini sudah melakukan kunjungan ke lapangan. Dengan upaya ini, DJP dapat melakukan pengawasan kepada wajib pajak secara optimal.
"Teman-teman sudah melaksanakan ini lagi dengan baik. Boleh dikatakan normal," katanya.
Yon mengatakan pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan memang sempat terhambat karena pandemi Covid-19. Ketika periode pandemi, kegiatan pengawasan turut mempertimbangkan faktor kesehatan dan keselamatan, baik bagi petugas pajak maupun wajib pajak.
Pada periode tersebut, DJP lebih banyak memanfaatkan saluran komunikasi elektronik untuk melaksanakan kegiatan pengawasan dan ekstensifikasi.
DJP mulai melaksanakan melakukan pengawasan berbasis kewilayahan sejak awal 2020. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya memperluas basis pajak (tax base) serta mengoptimalkan penerimaan pajak melalui peningkatan kepatuhan kewajiban perpajakan dan penggalian potensi wajib pajak.
Lantas apa saja yang dilakukan petugas dalam melakukan kunjungan lapangan? Simak artikel lengkapnya, 'Pandemi Melandai, Pengawasan Berbasis Kewilayahan Kembali Normal'.
Topik lain yang juga cukup ramai diperbincangkan adalah ketentuan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan atas harta atau aset yang diikutkan dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Wajib pajak harus melaporkan harta yang diikutkan dalam PPS sebagai harta baru dalam SPT Tahunan 2022.
Dalam pelaksanaannya, DJP mengimbau wajib pajak untuk memisahkan pelaporan harta PPS dan harta non-PPS. Harta PPS yang dilaporkan dalam SPT Tahunan harus diberi keterangan tersendiri.
"Jika terdapat harta PPS dengan kode yang sama dengan harta non-PPS maka pengisiannya harus dipisah di row yang berbeda dan harta PPS harus diberi keterangan," tulis @kring_pajak menjawab pertanyaan wajib pajak.
Bila harta PPS sudah dialihkan ke dalam bentuk lain, harta tersebut tetap harus dilaporkan dalam SPT Tahunan sesuai dengan nilai yang tercantum dalam surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH).
Seperti apa contohnya? Simak artikel lengkapnya, 'Lapor SPT Tahunan, Harta PPS Harus Dicantumkan Secara Terpisah'.
Selain 2 topik di atas, masih ada sejumlah pemberitaan yang menarik untuk disimak kembali. Berikut ini adalah artikel-artikel terpopuler DDTCNews yang sayang untuk dilewatkan:
1. Karyawan Mau Lapor SPT Tapi Belum Punya Bukti Potong, DJP Sarankan Ini
DJP terus mengimbau wajib pajak agar segera menyampaikan SPT Tahunan 2022.
Meski periode penyampaian SPT Tahunan orang pribadi hanya tersisa sekitar 2 pekan, DJP masih menerima pertanyaan warganet yang belum menerima bukti potong bukti potong pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dari pemberi kerja. Padahal, bukti potong tersebut diperlukan untuk mengisi SPT Tahunan 2022.
"@kring_pajak mau lapor SPT tapi surat SPT-nya enggak dikasih, bagaimana ya?" tulis seorang warganet kepada @kring_pajak.
Mendapat pertanyaan tersebut, DJP melalui akun Twitter @kring_pajak menjelaskan wajib pajak orang pribadi karyawan memerlukan bukti potong untuk menyampaikan SPT Tahunan. DJP pun menyarankan kepada wajib pajak agar meminta bukti potong tersebut kepada pemberi kerja.
2. Penerimaan Pajak Terkumpul Rp279,98 Triliun Hingga Februari 2023
Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak telah mencapai Rp279,98 triliun hingga Februari 2023. Capaian tersebut setara 16,3% dari target tahun ini senilai Rp1.718 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 40,35% (year on year/yoy). Menurutnya, penerimaan pajak terus menunjukkan kinerja positif sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional.
"Bandingkan tahun lalu yang sudah tumbuh 36,5%, ini masih tumbuh lagi 40,35%," katanya dalam konferensi pers APBN Kita.
3. Sebanyak 6,93 Juta WP OP Sudah Lapor SPT Tahunan, Tumbuh 15 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan terdapat 6,93 juta SPT Tahunan yang dilaporkan oleh wajib pajak orang pribadi kepada DJP hingga 13 Maret 2023.
Sri Mulyani mengatakan jumlah SPT Tahunan yang diterima dari wajib pajak orang pribadi tersebut tumbuh 15% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Kami masih menunggu hingga akhir Maret ini. Saya berterima kasih kepada seluruh masyarakat yang terus menjaga dan meningkatkan kepatuhan. Kami akan bantu untuk pelayanan sebaik mungkin," katanya.
4. Layanan Lupa EFIN Tersedia di M-Pajak, Begini Cara Akses EFIN Kembali
DJP telah menambahkan fitur layanan lupa EFIN (electronic filing identification number) pada aplikasi M-Pajak. Fitur baru tersebut sudah tersedia di M-Pajak mulai 14 Maret 2023.
Melalui penambahan fitur baru ini, wajib pajak yang terlupa dengan nomor EFIN-nya bisa kembali mengakses EFIN melalui aplikasi M-Pajak.
"Wajib pajak harus memperbarui M-Pajak di Play Store. Saking mudahnya, tidak perlu login M-Pajak untuk dapat EFIN. Cukup klik ikon EFIN di sudut kanan bawah aplikasi M-Pajak," tulis DJP melalui keterangan resminya.
5. PPATK Bereskan 47 Analisis Pencucian Uang, 11 di Antaranya Soal Pajak
Memasuki Januari 2023, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyelesaikan sebanyak 47 hasil analisis terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam laporan PPATK bertajuk Buletin Statistik APUPPT Vol. 11, No. 1 - Edisi Januari 2023, mayoritas hasil analisis yang diselesaikan PPATK adalah dugaan TPPU yang terkait dengan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asal.
"Hasil analisis kepada penyidik sebanyak 47 hasil analisis dengan 19 hasil analisis proaktif dan 29 hasil analisis inquiry, sementara untuk dugaan tindak pidana yang dominan tindak pidana korupsi (19 hasil analisis/40,43%)," sebut PPATK. (sap)