Foto udara aktivitas bongkar muat batu bara di kawasan pantai Desa Peunaga Cut Ujong, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Selasa (31/1/2023). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai implementasi pajak karbon akan berdampak positif terhadap kinerja investasi secara menyeluruh.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah tengah menyiapkan pajak karbon untuk mendukung pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan. Dengan kebijakan ini, seluruh investasi juga diharapkan menjadi lebih ramah lingkungan.
"[Pajak karbon adalah] sebuah instrumen fiskal yang tidak hanya bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca, namun juga membuat seluruh investasi di Indonesia menjadi jauh lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan," katanya dalam unggahan di Instagram, Selasa (21/2/2023).
Sri Mulyani membicarakan pajak karbon saat bertemu dengan Presiden World Resources Institute (WRI) Aniruddha (Ani) Dasgupta. Dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas mengenai penanganan perubahan iklim, utamanya di Indonesia.
UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah mengatur pengenaan pajak karbon di Indonesia. Pemungutan pajak karbon akan menggunakan mekanisme cap and trade.
Dengan mekanisme ini, pemerintah akan menetapkan cap emisi suatu sektor sehingga pajak yang dibayarkan hanya selisih antara karbon yang dihasilkan dengan cap. Selain itu, ada pula skema perdagangan karbon atau kegiatan jual-beli kredit karbon.
Sebagai langkah awal, pajak karbon bakal dikenakan pada PLTU batu bara. Jenis pajak ini semula direncanakan mulai berlaku pada 1 April 2022 tetapi belum terimplementasi hingga saat ini.
Sri Mulyani menyebut penerapan pajak karbon menjadi bagian dari upaya pemerintah menurunkan emisi karbon sebagaimana tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Pajak karbon diharapkan dapat mendukung penurunan emisi karbon sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri, lebih ambisius dari target awal yang sebesar 29%.
Dari sisi fiskal, APBN juga difokuskan untuk mendorong penanganan perubahan iklim. Misalnya melalui kebijakan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging) pada pemerintah pusat dan daerah.
Sepanjang 2016 hingga 2021, akumulasi dana yang dialokasikan untuk penanganan perubahan iklim mencapai US$34 miliar atau sekitar Rp502 triliun.
Dalam pertemuan dengan Ani, Sri Mulyani turut menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam penanganan perubahan iklim. Melalui presidensi G-20 pada 2022 dan keketuaan ASEAN pada 2023, Indonesia juga terus mendorong keuangan berkelanjutan dan transisi hijau.
"[Kementerian Keuangan] @kemenkeuri akan terus hadir untuk mendorong dan mengakselerasi seluruh upaya penanganan perubahan iklim karena ini sebuah tantangan yang begitu nyata," ujar Sri. (sap)