Ilustrasi. Petugas PLN mengecek panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Kodingareng, Kecamatan Sangkarrang, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (15/12/2022). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan terdapat beberapa negara di dunia yang telah sukses mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) karena memberikan insentif perpajakan.
Arifin mengatakan pemerintah dan DPR perlu memperkuat peran insentif fiskal dan nonfiskal dalam mendorong transisi energi melalui RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET). Menurutnya, langkah tersebut dapat berkontribusi dalam menurunkan emisi karbon.
"Kebijakan yang diambil oleh beberapa negara yang berhasil dalam pengembangan energi terbarukan, salah satunya kita bisa mengambil contoh dari India," katanya dalam rapat RUU EBET di Komisi VII DPR, dikutip pada Minggu (29/1/2023).
Arifin menuturkan India memiliki beberapa kebijakan fiskal guna mendorong transisi energi sehingga mencapai target 500 GW pada 2030, dari 160 GW pada 2022.
Salah satunya ialah dengan memberikan insentif fiskal seperti pembebasan pajak penghasilan (PPh), pajak impor barang energi terbarukan, pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), dan tax holiday.
Pemerintah India juga menyediakan dana energi terbarukan sejak 2010, mengalokasikan dana litbang untuk EBT, serta pengembangan industri manufaktur pembangkit listrik tenaga surya di bawah skema insentif terkait produksi kepada produsen asing dan lokal.
Di Vietnam, pemerintah sudah membuat komitmen pengembangan EBT jangka panjang hingga 2045. Insentif yang diberikan di antaranya pembebasan impor barang untuk energi hijau, pembebasan PPh untuk pengembang selama 4 tahun pertama dan diskon pada tahun berikutnya.
Selain itu, terdapat pula skema pinjaman lunak untuk perusahaan EBT, serta pembebasan sewa tanah proyek PLTS tertentu sampai dengan 14 tahun.
Kemudian, di China, pemerintah menyediakan insentif fiskal berupa pengurangan PPh, PPN, dan pajak impor. Namun, kebijakan yang paling efektif dalam mendorong EBT hijau ialah mewajibkan perusahaan jaringan membeli seluruh listrik dari pembangkit energi terbarukan berlisensi.
China pada 2022 memiliki kapasitas energi terbarukan yang terpasang sebesar 1.060 GW, dan ditargetkan bertambah menjadi 1.200 GW pada 2030.
Arifin menyebut RUU EBET diperlukan guna memberikan kesempatan, akses, dan partisipasi seluruh stakeholder dalam menyediakan dan memanfaatkan EBT. Harapannya, RUU ini mampu mempercepat pengembangan energi panas bumi, air, surya, bayu, laut, dan bioenergi.
"Diharapkan setelah terbitnya RUU dapat memberikan kepastian dan landasan hukum bagi pengembangan EBET dan pelaksanaan program pendukungnya," ujarnya. (rig)