Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Atika Ritmelina Marhani (kiri atas), Profesor Maheran Zakaria dari Universiti Teknologi MARA (UiTM) (bawah), dan Dekan FEB UMSU Januri (kanan atas).
MEDAN, DDTCNews - Wajib pajak harus menggunakan pendekatan ex-ante dalam menyusun dokumentasi transfer pricing (TP Doc) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 213/2016.
Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Atika Ritmelina Marhani mengatakan pendekatan ex-ante perlu diadopsi agar dokumentasi transfer pricing yang dibuat dapat dipertahankan bila ada pemeriksaan dari otoritas pajak.
"Seperti yang dinyatakan oleh Frank Schoeneborn, manajemen harga transfer terletak pada penetapan dan pembaruan harga yang berkelanjutan, bukan ditentukan secara tiba-tiba," ujar Atika dalam seminar bertajuk Current Issues on International Tax and Transfer Pricing yang digelar oleh Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Jumat (20/1/2023).
Atika mengatakan penyusunan dokumentasi transfer pricing secara berkesinambungan saat tahun berjalan atau contemporaneous documentation bakal menguntungkan wajib pajak. Pasalnya, metode ini bisa mengantisipasi beragam kondisi yang bisa berdampak pada kinerja keuangan pada akhir tahun berjalan.
Dengan pendekatan ex-ante, wajib pajak perlu menerapkan prinsip kewajaran ketika menentukan target margin atau harga sejak awal tahun atau sebelum transaksi dilakukan, bukan di akhir tahun bersamaan dengan penyusunan SPT Tahunan.
Penggunaan pendekatan ex-ante sendiri sesungguhnya telah diamanatkan dalam PMK 213/2016.
"Dokumen penentuan harga transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a [dokumen lokal] dan huruf b [dokumen induk], wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia pada saat dilakukan transaksi afiliasi," bunyi Pasal 3 ayat (1) PMK 213/2016.
Atika menekankan dokumentasi transfer pricing adalah pintu masuk bagi wajib pajak untuk membangun kepercayaan dengan otoritas pajak. Oleh karena itu, dokumentasi transfer pricing perlu dipersiapkan sebaik mungkin.
Dengan dokumentasi transfer pricing yang disusun dengan baik, wajib pajak memiliki sarana untuk menjelaskan kepada otoritas bahwa transaksi afiliasi yang dilakukannya telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU).
Saat ini, penyusunan dokumentasi transfer pricing yang baik kian penting mengingat pemerintah telah menerbitkan PP 55/2022. Beleid ini turut mengatur tentang instrumen pencegahan penghindaran pajak atas transaksi antarpihak yang dipengaruhi hubungan istimewa.
Pada Pasal 36 PP 55/2022, dirjen pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bila wajib pajak tidak menerapkan PKKU, menerapkan PKKU tetapi tidak sesuai dengan ketentuan, atau menentukan harga transfer tidak memenuhi PKKU.
"Dokumentasi transfer pricing adalah pintu masuk bagi wajib pajak membangun kepercayaan dengan otoritas pajak. Oleh karenanya, dokumentasi transfer pricing ini harus dipersiapkan sebaik mungkin," ujar Atika.
Dalam seminar yang sama, turut hadir pula Profesor Maheran Zakaria dari Universiti Teknologi MARA (UiTM) dan Dekan FEB UMSU Januri. (sap)