Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau faktur pajak fiktif masih menempati posisi terbanyak dalam ruang lingkup modus operandi tindak pidana perpajakan pada 2021.
Sesuai dengan data dalam Laporan Tahunan Ditjen Pajak (DJP) 2021, ada 103 kasus tindak pidana perpajakan pada tahun lalu. Dari jumlah tersebut, modus operandi berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak fiktif menempati posisi terbanyak.
“Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya sebanyak 41 kasus,” demikian data yang disampaikan otoritas dalam laporan tersebut.
Kendati masih tercatat paling banyak, yakni 39,8%, jumlah kasus modus operandi berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak fiktif ini mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya. Pada 2020 tercatat ada 44 kasus modus operandi ini.
Selain itu, ada 6 ruang lingkup lain dari modus operandi tindak pidana perpajakan. Pertama, pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tidak benar pada 30 kasus, naik dari catatan tahun sebelumnya sebanyak 27 kasus.
Kedua, pajak dipungut tetapi tidak disetor pada 10 kasus, sedikit berkurang dari posisi pada 2020 sebanyak 12 kasus. Ketiga, tidak menyampaikan SPT pada 18 kasus, naik dibandingkan dengan catatan tahun sebelumnya sebanyak 11 kasus.
Keempat, penyalahgunaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) pada 1 kasus, sama dengan tahun sebelumnya. Kelima, tindak pidana pencucian uang pada 1 kasus, berkurang dari catatan pada 2020 sebanyak 2 kasus.
Keenam, tidak mendaftarkan NPWP/PKP pada 2 kasus. Pada 2020, modus operandi lainnya tercatat sebanyak 3 kasus. Simak pula ‘Mengenal Tindak Pidana di Bidang Perpajakan’. (kaw)