Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Isu tentang pengawasan dan penegakan hukum di bidang pajak kembali hangat. Ditjen Pajak (DJP) segera mengangkat pejabat fungsional pemeriksa pajak subunsur forensik digital dalam waktu dekat.
Kabar ini cukup menyedot perhatian netizen dalam sepekan terakhir. DJP mengonfirmasi bahwa pegawai yang akan diangkat sebagai pejabat fungsional pemeriksa pajak subunsur forensik digital nantinya adalah pegawai yang sudah terlatih di bidang digital forensics.
"Mudah-mudahan tahun ini bisa diangkat, tetapi itu adalah keputusan dari pimpinan," ujar Kasubdit Forensik Digital dan Barang Bukti Direktorat Penegakan Hukum DJP Machrijal Desano.
Saat ini, kegiatan forensik digital di bidang perpajakan tetap dilaksanakan oleh para pelaksana di Direktorat Penegakan Hukum DJP. "Sesungguhnya tugas fungsinya [forensik digital] itu sudah jalan," imbuh Machrijal.
Nantinya, petugas yang diangkat sebagai pejabat fungsional pemeriksa pajak subunsur forensik digital akan melaksanakan fungsi penegakan hukum di bidang forensik digital secara lebih fokus bila dibandingkan dengan saat ini.
Lantas seperti apa mekanisme kerja jabatan ini ke depannya? Simak artikel lengkapnya, DJP Segera Angkat Pejabat Fungsional Forensik Digital, Apa Tugasnya?.
Topik selanjutnya berkaitan dengan administrasi pajak. Belum lama ini DJP meluncurkan aplikasi e-Pbk untuk melayani pemindahbukuan secara elektronik. Sebagai tindak lanjut, DJP bakal menjaring masukan dari wajib pajak yang sudah memanfaatkan aplikasi ini.
Seperti diketahui, aplikasi e-Pbk baru tahap uji coba alias piloting di 10 KPP saja. Versi yang digunakan pun baru versi dasar, e-Pbk versi 1.
"Jadi, memang masih punya beberapa keterbatasan, tapi DJP akan terus melakukan peningkatan layanan," ujar Pelaksana Seksi Pemutakhiran TKB Direktorat P2Humas DJP Darmawan Sidiq.
Aplikasi e-Pbk ini baru diujicobakan di 10 KPP Pratama, yakni Tigaraksa, Semarang Barat, Kebumen, Jakarta Pluit, Serpong, Kosambi, Bandung Cibeunying, Surabaya Rungkut, Gianyar, dan Tangerang Barat.
Adapun 10 KPP Pratama tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan volume permohonan Pbk. Selama ini 10 KPP Pratama tersebut memiliki jumlah permohonan Pbk terbanyak. DJP berharap akan banyak masukan untuk perbaikan aplikasi sebelum diberlakukan kepada seluruh wajib pajak.
Baca artikel lengkapnya, Anda Sudah Coba e-Pbk? Ditjen Pajak Harapkan Ada Masukan.
Selain 2 topik di atas, masih ada beberapa isu yang ramai diperbincangkan netizen belakangan ini. Berikut ini adalah 5 artikel perpajakan DDTCNews yang perlu untuk disimak:
1. Aturan Fasilitas KITE Pengembalian Diubah, Perusahaan Harus Punya CCTV
Pemerintah mengubah ketentuan mengenai pemberian fasilitas pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor atau KITE Pengembalian.
Melalui PMK 145/2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi PMK 161/2018 mengenai pemberian fasilitas KITE Pengembalian. Revisi ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kepabeanan.
Pasal 2 PMK 145/2022 menyatakan fasilitas KITE Pengembalian diberikan kepada badan usaha yang telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. Fasilitas tersebut berupa pengembalian bea masuk yang sudah dibayar dalam pemberitahuan pabean impor atau pemberitahuan pabean pemasukan barang dan bahan; bea masuk yang sudah dibayar atas penetapan tarif dan nilai pabean oleh pejabat Bea dan Cukai yang mengakibatkan kekurangan bea masuk dalam pemberitahuan pabean impor atau pemberitahuan pemasukan barang dan bahan; dan/atau bea masuk tambahan.
Lantas apa saja syarat yang harus dipenuhi badan usaha untuk ditetapkan sebagai perusahaan KITE Pengembalian? Simak artikel lengkapnya dengan mengeklik tautan di judul.
2. Ada Insentif, PLN: Jangan Kaget Pajak Mobil Listrik di Bawah Rp1 Juta
PT PLN (Persero) turut mempromosikan penggunaan mobil listrik untuk mengurangi emisi karbon.
PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya melalui unggahannya di media sosial menyatakan terdapat keuntungan yang akan dinikmati para pengguna kendaraan listrik. Kepada masyarakat yang dijuluki electrizen, PLN menjelaskan keuntungan itu salah satunya berupa insentif pajak.
"Jika dihitung, biaya [pajak] tahunannya ternyata murah banget," bunyi cuitan akun Twitter @SahabatPLNJkt.
Akun tersebut menjelaskan pajak kendaraan bermotor atas mobil listrik bisa lebih murah dibandingkan dengan mobil konvensional yang berbahan bakar fosil. Hal itu terjadi karena pemilik mobil listrik mendapatkan insentif pajak dari pemerintah.
3. Wacana Ekstensifikasi Cukai, Pemerintah Pertimbangkan Risiko Resesi
Pemerintah masih mencari waktu yang tepat untuk merealisasikan rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan ekstensifikasi barang kena cukai tidak boleh sampai mengganggu momentum pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. Apalagi, dunia sedang dihadapkan pada risiko kenaikan inflasi dan resesi.
"Hal-hal inilah yang perlu diperhatikan semuanya. Pemulihan ekonomi nasional, pandemi yang belum selesai, resesi yang mengancam," katanya.
4. Jalin Kerja Sama AEO MRA, DJBC Percepat Arus Logistik dengan UEA
DJBC menjalin kerja sama Authorized Economic Operator Mutual Recognition Arrangement (AEO MRA) dengan Administrasi Pabean Persatuan Emirat Arab (ICP-UAE).
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Hatta Wardhana mengatakan AEO MRA antara DJBC dan ICP-UAE menjadi tindak lanjut dari penandatanganan perjanjian kerja sama antara menteri keuangan Indonesia dan menteri perekonomian Uni Emirat Arab pada 24 Juli 2019. Melalui AEO MRA, kedua pihak berupaya mengamankan rantai pasok sekaligus memfasilitasi perdagangan internasional di antara kedua negara sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Dengan kesepakatan AEO MRA, kedua negara akan saling mendapatkan manfaat kemudahan perdagangan internasional," katanya.
5. Satu Tahun Perjalanan Reformasi Bea Cukai Berkelanjutan, Begini Hasilnya
DJBC memberikan hasil evaluasinya atas program Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai Berkelanjutan (PRKCB) yang dilakukan dalam 1 tahun terakhir ini.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Hatta Wardhana menyebut PRKCB merupakan kelanjutan dari reformasi bea dan cukai yang dilakukan pada 2017-2020. Menurutnya, reformasi akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perbaikan kinerja di tubuh DJBC.
"Terlebih lagi, tantangan dan dinamika ekonomi global yang semakin tidak menentu akibat pandemi Covid-19 sehingga menuntut adanya respons kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai," katanya. (sap)