Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan persetujuan atau izin atas pembukaan data perpajakan milik wajib pajak yang masuk dalam Daftar Sasaran Pengawasan Bersama (DSPB).
DSPB sendiri merupakan daftar wajib pajak prioritas pengawasan dalam kebijakan 'pengawasan bersama' antara kanwil Ditjen Pajak (DJP) dan pemerintah daerah (pemda). Topik tentang pengawasan bersama ini ternyata masih hangat dibicarakan netizen, setelah pada pekan lalu Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) dan 86 pemda menandatangani perjanjian kerja sama untuk menjalankan pengawasan bersama.
Sampai hari ini, tercatat ada 6.745 wajib pajak yang masuk dalam Daftar Sasaran Pengawasan Bersama antara DJP, DJPK, dan 152 pemda.
“Sebagai tindak lanjut pengawasan oleh pemda, telah diberikan persetujuan izin pembukaan data perpajakan oleh menteri keuangan terhadap wajib pajak dalam DSPB tersebut,” ungkap DJP dalam Siaran Pers No. SP-52/2022.
DJP menjelaskan hingga saat ini, sudah ada 254 pemda yang bersinergi melalui penandatanganan kerja sama terkait dengan optimalisasi pemungutan pajak pusat dan daerah. Kerja sama ditandatangani pula oleh DJPK.
Dengan adanya kerja sama dengan pemda, DJP berharap dapat menerima sumber data penting untuk pengawasan kepatuhan pajak. Data yang dimaksud antara lain terkait dengan kepemilikan dan omzet usaha, izin mendirikan bangunan, usaha pariwisata, usaha pertambangan, usaha perikanan, dan usaha perkebunan.
Sebaliknya, pemda juga akan menerima data perpajakan dari DJP untuk kepentingan pengawasan daerah. DJP berharap kolaborasi ini dapat segera diikuti seluruh pemda untuk mengatasi tantangan pemungutan pajak pusat dan daerah, seperti potensi korupsi, keterbatasan sumber daya manusia, serta tantangan pemadanan data.
Artikel lengkap tentang topik di atas, baca Sudah Ada Izin Pembukaan Data Pajak WP dalam Daftar Pengawasan Bersama.
Masih berkaitan dengan kepatuhan pajak dan penegakan hukum, Menkeu Sri Mulyani baru saja menerbitkan 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru yang memuat petunjuk teknis jabatan fungsional pemeriksa pajak dan asisten pemeriksa pajak.
Salah satu beleid, PMK 131/2022, mengatur bahwa pemeriksa pajak akan menggunakan sistem klaster dalam melaksanakan tugas pengujian kepatuhan perpajakan dan penegakan hukum perpajakan.
Pemeriksa pajak nantinya akan melaksanakan tugasnya sebagai pejabat fungsional pemeriksa pajak sesuai dengan klaster tersebut. Meski demikian, terdapat ruang bagi pemeriksa pajak untuk melaksanakan tugas klaster lain.
"Pemeriksa pajak dapat melaksanakan kegiatan tugas jabatan pada klaster lain dengan ketentuan memperoleh penugasan dari pejabat paling rendah pejabat administrator dan melaksanakan kegiatan tugas jabatan yang dapat diakui angka kreditnya berdasarkan peraturan menteri ini," bunyi Pasal 5 ayat (2) PMK 131/2022.
Khusus untuk penyidikan pidana perpajakan dalam klaster pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan, kegiatan tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang telah diangkat dan dilantik sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS).
Kegiatan penagihan pajak dalam klaster penagihan perpajakan hanya dapat dilaksanakan pemeriksa pajak yang telah diangkat menjadi juru sita pajak. Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem klaster masih akan diperinci dalam peraturan dirjen pajak tersendiri.
Untuk diketahui, perincian mengenai kegiatan dan klaster-klaster dari setiap kegiatan telah diperinci dalam Lampiran I huruf C PMK 131/2022. Artikel lengkapnya, baca Pemeriksa Pajak Bakal Bekerja dengan Sistem Klaster, Ini Perinciannya.
Selain kedua topik di atas, masih ada banyak isu lain yang juga ramai dibicarakan netizen selama sepekan terakhir. Berikut ini adalah 5 artikel lain dari DDTCNews yang sayang untuk dilewatkan:
1. Perdirjen Baru, DJP Persamakan KBLI dengan KLU
DJP menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-12/PJ/2022 yang mengatur ulang ketentuan mengenai klasifikasi lapangan usaha (KLU).
Pada bagian pertimbangan, dijelaskan bahwa PER-12/PJ/2022 diterbitkan guna menyeragamkan KLU dengan perkembangan dan pergeseran kegiatan ekonomi saat ini serta untuk menyesuaikan KLU dengan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI).
"Untuk kepentingan perpajakan, aktivitas atau kegiatan ekonomi wajib pajak dikelompokkan dalam KLU," bunyi Pasal 2 ayat (1) PER-12/PJ/2022.
Sejalan dengan argumen DJP yang tercantum dalam pertimbangan, terbitnya PER-12/PJ/2022 menjadi titik awal penggunaan KBLI sebagai KLU.
"KLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, wajib pajak warisan belum terbagi yang melakukan kegiatan usaha, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan KBLI," bunyi Pasal 2 ayat (3) PER-12/PJ/2022.
2. World Bank Sebut Risiko Resesi Global pada 2023 Meningkat
World Bank mengingatkan ancaman resesi global pada tahun depan ketika bank sentral di seluruh dunia secara bersamaan menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap tren kenaikan inflasi.
World Bank Group President David Malpass menyebut bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga, dan tren ini diperkirakan berlanjut hingga 2023. Dia pun mengingatkan respons terhadap inflasi harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menekan pertumbuhan ekonomi.
"Pertumbuhan global melambat tajam, dengan kemungkinan perlambatan lebih lanjut karena lebih banyak negara jatuh ke dalam resesi," katanya.
3. Ada PER-03/PJ/2022, NSFP Tidak Terpakai Tak Perlu Dikembalikan ke KPP
DJP memastikan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang tidak terpakai tidak perlu dikembalikan ke kantor pelayanan pajak (KPP). Melalui akun @kring_pajak, DJP menyebutkan ketentuan tentang pengembalian NSFP tidak lagi disinggung dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-03/PJ/2022 s.t.d.t.d. PER-11/PJ/2022.
Hal ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya, yakni NSFP yang tidak terpakai perlu dikembalikan oleh pengusaha kena pajak (PKP) secara langsung atau melalui Pos kepada KPP.
"Berdasarkan PER-03/PJ/2021 s.t.d.t.d. PER-11/PJ/2022 untuk pengembalian Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) ini sudah tidak disebutkan lagi, sehingga atas NSFP yang tidak terpakai, tidak perlu dikembalikan ke KPP ya," cuit @kring_pajak melalui Twitter saat menjawab pertanyaan netizen.
4. PP Pajak Daerah Bakal Segera Terbit, Pemda Diminta Siapkan Draf Perda
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah (pemda) untuk segera menyusun draf peraturan daerah (perda) tentang pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) sesuai dengan UU 1/2022.
Sekretaris Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Komaedi mengatakan RPP pajak daerah sedang dibahas dan akan segera terbit. Kemendagri bersama Kementerian Keuangan juga sedang menyiapkan template perda PDRD yang bisa diadopsi pemda dalam menyusun draf.
"Template sudah mengacu pada draf RPP yang saat ini sedang dalam pembahasan, mudah-mudahan segera dikeluarkan. Kalau ada bedanya, saya yakin tidak terlalu jauh bedanya," katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional Pendapatan Daerah.
5. DJP Ingatkan Wajib Pajak, Ada Asas Ultimum Remedium pada Persidangan
DJP mengingatkan adanya penerapan asas ultimum remedium pada tahap persidangan. Penerapan ini memungkinkan penuntutan tanpa disertai penjatuhan pidana penjara.
Dalam Taxlive yang mengusung tema Ultimum Remedium pada Tindak Pidana Perpajakan, Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Giyarso mengatakan ketentuan yang diatur dalam Pasal 44B Ayat (2a), (2b), dan (2c) UU KUP baru ada setelah diterbitkannya UU HPP.
“Mengenai ketentuan ultimum remedium pada tahap persidangan ini belum pernah diatur dalam baik dalam UU KUP maupun perubahan melalui UU Cipta Kerja. Ketentuannya baru diatur dengan diterbitkannya UU HPP,” kata Giyarso. (sap)