Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara Oza Olavia. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memperkirakan penerimaan bea keluar akan meningkat seiring dengan kebijakan kenaikan tarif bea keluar minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara Oza Olavia mengatakan penerimaan bea keluar memang sempat merosot pada Mei 2022 karena pembatasan ekspor. Namun, penerimaannya diyakini bakal meningkat hingga akhir tahun setelah keran ekspor kembali dibuka dan tarif bea keluar dinaikkan.
"Dengan dibukanya kembali ekspor CPO dan beberapa turunannya dan juga sudah dikeluarkannya penyesuaian tarif bea keluar, dampaknya terhadap penerimaan bea keluar kita perkiraannya akan positif," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip Sabtu (25/6/2022).
Oza mengatakan pemerintah sempat melarang ekspor CPO dan sejumlah produk turunannya selama 25 hari untuk mengatasi kelangkaan pasokan minyak goreng di dalam negeri. Akibatnya, penerimaan bea keluar pada Mei 2022 hanya senilai Rp1,33 triliun atau turun 56,6%.
Setelah pasokan minyak goreng pulih, pemerintah kembali mengizinkan ekspor CPO dan produk turunannya. Melalui PMK 98/2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga resmi menaikkan tarif bea keluar atas CPO dan produk turunannya.
Misal pada CPO, tarif bea keluarnya kini kini mencapai US$288 per ton jika harga referensinya lebih dari US$1.500 per ton. Sementara sebelumnya, tarif bea keluar tertinggi hanya US$200 per ton, yang berlaku apabila harga referensi CPO lebih dari US$1.250 per ton.
"Maka diperkirakan bahwa pada bulan Juni ini akan rebound dan diperkirakan akan terus meningkat hingga akhir tahun," ujarnya.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menerbitkan Permendag 38/2022 yang mengatur program percepatan ekspor atau flush out atas CPO, RBD palm oil, RBD palm olein, dan used cooking oil hingga 31 Juli 2022. Atas ekspor CPO dan produk turunannya berdasarkan program ini, akan dikenakan tarif bea keluar khusus berdasarkan PMK 102/2022.
Melalui beleid itu, diatur tarif bea keluar atas CPO senilai US$488 per ton. Perhitungan bea keluar dalam rangka flush out ditetapkan secara spesifik yang dihitung berdasarkan rumus tarif bea keluar dikali jumlah satuan barang dikali nilai tukar mata uang.
Eksportir yang ingin mengekspor CPO dan produk turunannya berdasarkan program flush out diharuskan mendaftar melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) untuk mendapatkan persetujuan dan alokasi ekspor. Setelah mendapatkan persetujuan, nantinya eksportir juga wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor CPO dan produk turunannya secara elektronik.
Menurut Oza, program flush out CPO dan produk turunannya juga bakal membantu mengerek penerimaan bea keluar sepanjang Juni dan Juli 2022.
"Diperkirakan dengan adanya program flush out yang berlaku sampai 31 Juli 2022 akan meningkatkan penerimaan bea keluar kita di tahun 2022," imbuhnya. (sap)