UU HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN

Tagih Pajak dengan Negara Lain, DJP: Bukan untuk Menakut-nakuti

Dian Kurniati
Minggu, 24 April 2022 | 06.00 WIB
Tagih Pajak dengan Negara Lain, DJP: Bukan untuk Menakut-nakuti

Dirjen Pajak Suryo Utomo.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dan DPR telah memasukkan ketentuan mengenai pajak internasional dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, termasuk mengenai asistensi penagihan pajak global.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan Indonesia telah menjalin berbagai kerja sama perpajakan dengan secara internasional. Menurutnya, kerja sama tersebut pada akhirnya akan menutup celah penghindaran pajak.

"Ini bukan menakut-nakuti, tetapi ini sesuatu yang globally sudah kita lakukan," katanya, dikutip pada Minggu (24/4/2022).

Suryo menuturkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) akan membuat pengaturan mengenai pajak internasional lebih optimal karena memuat 3 aspek ketentuan pajak internasional. Pertama, asistensi penagihan pajak global.

Dengan skema tersebut, pemerintah dapat memberikan bantuan penagihan atau meminta bantuan penagihan kepada yurisdiksi yang menjadi mitra.

Kedua, ketentuan mengenai implementasi mutual agreement procedure (MAP). Dalam hal ini, UU HPP mengubah tata cara MAP sehingga lebih berkeadilan.

Jika pelaksanaan prosedur persetujuan bersama belum menghasilkan persetujuan bersama sampai dengan putusan banding atau putusan peninjauan kembali diucapkan, Dirjen Pajak tetap dapat berunding ketika materi sengketa yang diputus, bukan merupakan materi yang diajukan prosedur persetujuan bersama.

Ketiga, konsensus pemajakan global. Pemerintah dapat melakukan perjanjian dengan negara mitra secara bilateral dan multilateral untuk beberapa keperluan, antara lain seperti menghindari pajak berganda dan mencegah pengelakan pajak.

Kemudian, mencegah penggerusan basis pemajakan dan pergeseran laba, pertukaran informasi perpajakan, bantuan penagihan pajak, dan kerja sama perpajakan lainnya.

Dengan adanya ketentuan baru tersebut, Suryo mengingatkan wajib pajak yang masih memiliki harta di luar negeri untuk mengikuti program pengungkapan sukarela (PPS). Program tersebut juga diatur dalam UU HPP dan hanya akan diadakan selama semester I/2022.

PPS dapat diikuti wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan.

Selain itu, program tersebut juga dapat diikuti wajib pajak orang pribadi yang belum mengikuti tax amnesty dengan basis aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020.

"Mumpung ada kebijakan program pengungkapan sukarela, silakan diikuti," ujar Suryo. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.