KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Gap Prospek Pemulihan Ekonomi Antarnegara, Pemerintah Serukan Ini

Dian Kurniati
Kamis, 9 Desember 2021 | 16.30 WIB
Ada Gap Prospek Pemulihan Ekonomi Antarnegara, Pemerintah Serukan Ini

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan sambutan saat pertemuan Bali Democracy Forum (BDF) ke-14, di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (9/12/2021). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Indonesia akan menekankan pentingnya menangani kesenjangan prospek pemulihan ekonomi antarnegara dalam Bali Democracy Forum (BDF) ke-14.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan pentingnya pelaksanaan demokrasi dalam masa pemulihan, termasuk dari aspek ekonomi. Menurutnya, semua negara harus mewujudkan arsitektur ekonomi global yang adil untuk mempercepat pemulihan.

"Dalam demokrasi, keadilan berarti setiap orang dapat memperoleh haknya dan mencapai kemakmuran. Artinya, setiap negara harus memiliki kesempatan yang sama untuk pulih," katanya, Kamis (9/12/2021).

Retno menuturkan PBB dan berbagai lembaga internasional lainnya telah memperingatkan adanya potensi kesenjangan prospek pemulihan ekonomi antarnegara. Sekitar 90% negara maju diprediksi dapat mencapai level pendapatan perkapita prapandemi pada 2022, sedangkan negara berkembang dan miskin akan memerlukan waktu jauh lebih lama.

Menurutnya, lingkungan internasional yang mendukung diperlukan agar negara-negara dapat pulih dengan baik. Namun demikian, norma dan aturan ekonomi internasional saat ini masih kurang demokratis dan inklusif.

Dengan kondisi tersebut, ia menyerukan demokratisasi arsitektur ekonomi global dan tatanan-tatanan global lainnya. Salah satunya adalah dengan menghapus monopoli dalam partisipasi di ekosistem rantai pasok global.

Retno juga mengajak semua negara memegang teguh prinsip kesetaraan untuk memastikan pemulihan berjalan cepat. Menurutnya, setiap orang harus memiliki kesempatan yang setara untuk menang melawan pandemi Covid-19.

Dia berharap semua negara dapat memastikan akses vaksin berjalan setara karena jurang kesenjangan vaksinasi masih lebar. Sekitar 65% populasi negara kaya telah divaksinasi setidaknya dengan 1 dosis, sedangkan di negara berpendapatan rendah baru 8,06%.

"Ini tentunya tidak dapat dibiarkan. Kita harus mendemokratisasikan distribusi vaksin ke semua negara utamanya yang penduduknya belum menerima dosis pertama," ujarnya.

Dia lantas memaparkan pengalaman Indonesia memberikan vaksinasi kepada lebih dari 142 juta orang dan hampir memenuhi target vaksinasi 40% populasi pada akhir 2021, sesuai rekomendasi WHO.

Menurutnya, isu penguatan arsitektur kesehatan global tersebut juga akan diangkat Indonesia selama Presidensi G-20 untuk memastikan semua negara dapat mengatasi pandemi pada masa depan.

Selainb itu, ia juga menekankan pentingnya mendorong kebijakan yang inklusif untuk memastikan pemulihan bagi semua negara. Dalam demokrasi, lanjutnya, inklusivitas berarti partisipasi seluruh rakyat dalam semua aspek tata kelola pemerintah.

"Tidak ada yang boleh tertinggal dalam proses pemulihan dan semua aspirasi harus kita dengarkan sesuai dengan semangat demokrasi," tuturnya. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.