Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Aplikasi pelaporan realisasi pemanfaatan insentif pajak dalam PMK 149/2021 sudah tersedia dalam layanan e-reporting insentif Covid-19 di DJP Online. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (18/11/2021).
Aplikasi pelaporan tersedia untuk realisasi 5 insentif pajak. Kelimanya adalah pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final UMKM DTP, PPh final P3-TGAI DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25.
“Sebelum menyampaikan pelaporan realisasi pemanfaatan insentif pajak Covid-19, pastikan Anda berhak untuk memanfaatkan fasilitas insentif pajak tersebut,” tulis otoritas dalam bagian petunjuk di DJP Online.
Wajib pajak dan/atau pemberi kerja dapat masuk pada layanan e-reporting insentif Covid-19 yang tersedia di DJP Online. Setelah itu, wajib pajak dan/atau pemberi kerja memilih menu lapor dan tahun pelaporan 2021-Semester II sebelum akhirnya memilih aplikasi yang dimaksud sesuai dengan insentif.
Selain mengenai pelaporan realisasi pemanfaatan insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan realisasi penerimaan PPN produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Sesuai dengan PMK 9/2021 s.t.d.t.d PMK 149/2021, penyampaian laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP, PPh final UMKM DTP, PPh final P3-TGAI DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan diskon angsuran PPh Pasal 25 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Dengan demikian, masih ada waktu sekitar 2 hari lagi bagi wajib pajak untuk menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif. Wajib pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi sampai dengan batas waktu tidak dapat memanfaatkan insentif untuk masa pajak yang bersangkutan. (DDTCNews)
Dalam aplikasi pelaporan pemanfaatan insentif pajak, otoritas mengimbau agar wajib pajak dan/atau pemberi kerja mengisi data dengan benar, lengkap, dan jelas. Jika membutuhkan informasi lebih lanjut, wajib pajak dan/atau pemberi kerja bisa menghubungi kantor pelayanan pajak (KPP).
“Apabila data yang dilaporkan tidak sesuai, maka akan ditindaklanjuti dengan tindakan pengawasan oleh KPP,” tulis DJP dalam aplikasi pelaporan di DJP Online. (DDTCNews)
Hingga 31 Oktober 2021, para pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) telah memungut dan menyetorkan PPN senilai Rp3,92 triliun ke kas negara.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan jumlah tersebut terdiri dari setoran pada 2020 senilai Rp0,73 triliun dan setoran pada 2021 senilai Rp3,19 triliun. Setoran tersebut berasal dari 65 pelaku usaha PMSE.
Pada September 2021, DJP menunjuk 4 pelaku usaha untuk turut memungut PPN produk digital dalam PMSE. Keempat perusahaan tersebut adalah Chegg, Inc; NBA Properties,Inc; Activision Blizzard International B.V; dan Economist Digital Services Limited. Simak ‘65 Pemungut PPN PMSE Sudah Setor Pajak Hampir Rp4 Triliun’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Dirjen Pajak Suryo Utomo mendorong badan layanan umum (BLU) untuk menjaga jalinan komunikasi dengan kantor pelayanan pajak (KPP). Komunikasi antara kedua instansi perlu dijaga agar tidak ada perbedaan pemahaman dalam pelaksanaan kewajiban pajak atas suatu transaksi.
Dalam beberapa tahun terakhir ketentuan pajak terus berubah, seperti dengan diterbitkannya UU Pengampunan Pajak, Perpu 1/2020, UU Cipta Kerja, UU Bea Meterai, dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Setiap kegiatan berefek pada pajak dan saya mohon kita semua terus update pada perubahan yang ada," ujar Suryo. Simak pula ‘Metode Pemotongan Pajak di BLU Masih Beragam, Ini Kata Kemenkeu’. (DDTCNews/Kontan)
Sesuai dengan ketentuan pada PP 23/2018, periode penggunaan rezim pajak penghasilan (PPh) final dibatasi. Untuk wajib pajak orang pribadi, batas waktu penggunaan rezim PPh final adalah 7 tahun pajak sejak 2018. Artinya, mereka diperbolehkan memakai rezim PPh final hingga 2024.
Sesuai dengan ketentuan dalam UU PPh s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), mulai 2022, wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu – yang diatur dalam PP 23/2018 – tidak dikenai PPh atas bagian omzet sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak.
Dengan demikian, wajib pajak orang pribadi UMKM yang sudah menggunakan rezim PPh final PP 23/2018 sejak 2018 atau tahun sebelumnya masih bisa memanfaatkan skema omzet tidak kena pajak pada 2022—2024. Pada 2025, mereka sudah harus berpindah menggunakan rezim umum PPh. (DDTCNews)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) DTP cukup efektif mendongkrak pemulihan industri otomotif dari pandemi Covid-19.
Menurutnya, insentif PPnBM DTP berhasil meningkatkan permintaan mobil sehingga produksi ikut terdorong. Dia menyebut penjualan produk otomotif tercatat mengalami peningkatan hingga 60%. "Ini kami lihat sangat mendongkrak penjualan dan mendongkrak produksi dari industri otomotif kita," katanya. (DDTCNews)
Indonesia memiliki 4 mekanisme dalam pelaksanaan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK) atau carbon pricing seiring dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) 98/2021.
Merujuk pada Pasal 47 ayat (1) Perpres 98/2021, carbon pricing dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan oleh menteri lingkungan hidup dan perhutanan. Simak ‘Jokowi Rilis Perpres Baru Soal Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon’. (DDTCNews) (kaw)