KINERJA PERINDUSTRIAN

Kejar Netralitas Karbon, Pemerintah Dorong Industri Metanol

Redaksi DDTCNews
Senin, 18 Oktober 2021 | 18.49 WIB
Kejar Netralitas Karbon, Pemerintah Dorong Industri Metanol

Sejumlah kapal tongkang pengangkut batubara melakukan bongkar muatan di perairan Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (19/7/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mendukung pengembangan industri yang berkontribusi terhadap target pencapaian netral karbon pada 2060. Salah satunya lewat industri metanol yang berkorelasi dengan karbon netral.

Untuk tahap awal, pemerintah mulai menjajaki hilirisasi batu bara melalui industri gasifikasi coal to methanol. Industri metanol merupakan salah satu sektor prioritas yang dibutuhkan untuk pengembangan industri di hilirnya. Dengan kebutuhan metanol mencapai 1,2 juta ton pada 2020, industri ini diharapkan dapat berkontribusi pada substitusi impor dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sempat melakukan kunjungan kerja ke Jepang pada Maret lalu. Hasilnya, pemerintah Jepang berkomitmen untuk melakukan investasi di industri metanol dalam skala besar demi mengejar target carbon neutrality.

Sebagai informasi, carbon neutrality atau netralitas karbon adalah upaya untuk menyeimbangkan produksi karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer dengan kegiatan lain. 

"Ini menunjukkan industri metanol sangat prospektif dalam pengembangan pasar, baik pasar domestik maupun ekspor," ujar Menperin dikutip dari siaran pers, Senin (18/10/2021).

Agus menambahkan, penguatan hilirisasi industri setidaknya memberi 5 manfaat besar bagi perekonomian. Pertama, memperkuat daya saing produk hasil hilirisasi yang dapat meningkatkan ekspor, menjadi bagian dari supply chain global, serta mendorong subtitusi impor.

Kedua, meningkatkan penciptaan lapangan kerja. Ketiga, memperkuat nilai tambah industri di dalam negeri yang akan memperbesar kontribusinya bagi perekonomian.

Keempat, hilirisasi akan mengakselerasi transfer teknologi di Indonesia. "Selanjutnya, hilirisasi dapat meningkatkan subtitusi impor yang akan menekan defisit neraca perdagangan," kata Agus. 

Pada tahun 2020, nilai ekspor bahan kimia dan barang dari bahan kimia mencapai US$11,85 miliar, sedangkan nilai impornya mencapai US$18,25 miliar. Dengan demikian ada defisit sebesar US$6,4 miliar. Dengan kondisi neraca perdagangan ini, pemerintah memandang perlu upaya untuk mempercepat peningkatan investasi di sektor kimia.

Industri metanol menempati posisi penting di industri hilir karena merupakan bahan baku/bahan penolong pada industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, plywood, dan industri lainnya. Metanol juga digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan biodiesel. Selain itu, metanol bisa diolah lebih lanjut menjadi DME yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.