Tampilan awal salinan Peraturan Menteri Keuangan No. 134/2021.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memiliki kewenangan untuk menentukan keabsahan meterai apabila diperlukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 134/2021.
Merujuk pada Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 134/2021, penentuan keabsahan meterai dilakukan oleh DJP berdasarkan permintaan penentuan keabsahan meterai dari pihak yang terutang bea meterai ataupun dari pihak lain.
"Permintaan penentuan keabsahan meterai ... harus dilampiri dengan meterai yang dimintakan penentuan keabsahannya," bunyi Pasal 17 ayat (3) PMK 134/2021, dikutip Selasa (5/10/2021).
DJP akan menentukan keabsahan meterai yang diminta berdasarkan hasil penelitian keabsahan meterai. Dalam meneliti keabsahan meterai, DJP berhak meminta keterangan atau penjelasan dari pihak yang mencetak meterai tempel atau yang membuat meterai elektronik.
Untuk diketahui, berdasarkan UU 10/2020, saat ini terdapat 3 jenis meterai antara lain meterai tempel, meterai elektronik, dan meterai dalam bentuk lain. Meterai dalam bentuk lain terdiri dari meterai teraan, meterai komputerisasi, dan meterai percetakan.
Secara umum, pembayaran bea meterai menggunakan meterai tempel dinyatakan sah apabila meterai yang dibubuhkan adalah meterai yang sah dan belum pernah dipakai.
Meterai tempel perlu direkatkan seluruhnya dengan utuh di tempat tanda tangan dibubuhkan. Tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas kertas dan sebagian di atas meterai tempel disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun penandatanganan.
Pembayaran bea meterai menggunakan meterai elektronik dinyatakan sah bila meterai dibubuhkan pada dokumen melalui sistem meterai elektronik.
Pembayaran bea meterai menggunakan meterai elektronik dinyatakan sah bila meterai elektronik yang dibubuhkan memiliki kode unik 22 digit nomor seri meterai elektronik dan memuat keterangan berupa gambar Garuda Pancasila, tulisan "METERAI ELEKTRONIK", dan angka yang menunjukkan tarif bea meterai. (rig)