Ilustrasi. Pekerja memindahkan tandan buah segar (TBS) sawit di sebuah RAM Kelurahan Purnama Dumai, Riau, Jumat (21/5/2021). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menaikkan ambang batas (threshold) harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang dikenakan tarif pungutan ekspor.
Menkeu mengatakan perubahan ketentuan tidak hanya mengenai threshold harga, melainkan juga tarif tertinggi yang dikenakan pada CPO. Nanti, ketentuan baru tersebut akan merevisi Peraturan Menteri Keuangan No. 191/ 2020.
"PMK sedang direvisi untuk bisa terbit secepatnya. Kalau bisa Juni ini. Mungkin proses harmonisasi dan penetapan saja tapi keputusan mengenai policy sudah ditetapkan," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (21/6/2021).
Sri Mulyani menjelaskan threshold harga CPO yang akan dikenakan pungutan ekspor menjadi US$750 per ton, lebih tinggi dari saat ini US$670 per ton. Nanti, setiap kenaikan harga US$50 per ton, akan ada kenaikan tarif pungutan US$20.
Selanjutnya, jika harga CPO di atas US$1.000, akan berlaku tarif flat yaitu senilai US$175. Saat ini, tarif pungutan ekspor diberlakukan progresif dengan batas atas senilai US$225 untuk harga CPO di atas US$995 per ton.
"Jadi tidak ada kenaikan progresif yang tidak terbatas tapi menggunakan threshold US$1.000, di mana tarifnya menjadi flat US$175," ujarnya.
Pada PMK 191/2020 yang berlaku saat ini, pemerintah mengatur skema tarif pungutan yang berbeda ketimbang PMK 57/2020. Jika sebelumnya tarif pungutan ekspor ditetapkan secara tunggal, PMK 191/2020 mengatur 15 layer tarif berdasarkan harga CPO.
Tarif terendah senilai US$55 per ton hanya berlaku jika harga CPO sama atau di bawah US$670 per ton. Tarif pungutan naik secara bertahap mengikuti harga CPO yaitu US$60 per ton untuk harga CPO US$695 per ton, hingga US$225 per ton untuk harga CPO di atas US$995 per ton. (rig)