Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022 di DPR, Kamis (20/5/2021). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah merancang rasio utang akan naik menjadi sekitar 43,76%-44,28% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2022. Rasio itu naik dari tahun ini yang ditargetkan sebesar 41,05% PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan naiknya utang tersebut sejalan dengan langkah pemerintah mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional sebagai dampak pandemi Covid-19. Meski demikian, dia menegaskan pemerintah akan mengelola utang tersebut secara hati-hati.
"Rasio utang akan tetap terkendali di kisaran 43,76% sampai dengan 44,28% PDB," katanya dalam rapat paripurna DPR mengenai penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022, Kamis (20/5/2021).
Sri Mulyani mengatakan penambahan utang pemerintah tersebut juga menjadi konsekuensi dari pelebaran defisit APBN karena pandemi Covid-19. Menurutnya, APBN telah berperan sebagai countercyclical di tengah pandemi Covid-19 sejak 2020 dengan memberikan banyak stimulus.
Pemerintah memproyeksikan defisit APBN 2022 akan sekitar 4,51%-4,85% PDB dengan keseimbangan primer yang akan mulai bergerak menuju positif di kisaran minus 2,31%-2,65% PDB.
Melalui akselerasi pemulihan ekonomi, reformasi struktural, dan reformasi fiskal, Sri Mulyani mengatakan kebijakan fiskal pada 2022 akan efektif, prudent, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, dia menyebut pemerintah akan terus mendorong agar pembiayaan utang makin fleksibel.
Misalnya, peningkatan skema pembiayaan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang lebih masif, penguatan peran Lembaga Pengelola Investasi (LPI), pemberdayaan special mission vehicles (SMV) di bawah Kemenkeu, pendalaman pasar, serta pengendalian utang yang tetap prudent.
“Inovasi di sisi pembiayaan difokuskan untuk mendorong pembiayaan yang fleksibel, prudent dan inovatif," ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan pembiayaan 2022 masih akan dihadapkan pada tantangan kebutuhan yang tinggi dan volatilitas pasar keuangan serta antisipasi tren kenaikan suku bunga global.
Target pembiayaan utang pun akan dipenuhi secara pragmatis, fleksibel, dan prudent dengan melihat peluang dan diversifikasi pasar, diversifikasi instrumen, serta sumber pinjaman. Sumber pembiayaan itu baik dari pasar keuangan lokal, global, maupun pemanfaatan pinjaman dari lembaga multilateral dan bilateral.
"Pemerintah juga harus terus mendorong efektivitas pembiayaan investasi melalui penguatan BUMN sebagai agen pembangunan," lanjutnya. (kaw)