Ilustrasi. (adb.org)
MANILA, DDTCNews – Asian Development Bank (ADB) memberikan sejumlah rekomendasi bagi negara-negara Asia Tenggara dalam mengoptimalkan penerimaan pajak di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Dalam laporan berjudul Strengthening Domestic Resource Mobilization in Southeast Asia, ADB menyebutkan kinerja penerimaan pajak di negara-negara Asia Tenggara mengalami penurunan hingga 14% akibat pandemi.
Akibatnya, banyak negara Asia Tenggara yang memiliki tax ratio yang tidak mencapai 15%, bahkan sudah terjadi sebelum pandemi. Kondisi ini tentu tidak ideal mengingat kebutuhan dana saat ini sangat besar dalam menangani Covid-19.
"Hal ini mempersempit ruang pemerintah untuk meningkatkan pembiayaan dari sumber eksternal dan makin mempertegas pentingnya domestic resource mobilization (DRM)," kata ADB, dikutip Rabu (17/3/2021).
Pada saat bersamaan, sistem perpajakan yang berlalu di negara Asia Tenggara juga memiliki banyak kelemahan, mulai dari desentralisasi fiskal yang rendah, kurang progresifnya struktur pajak, maraknya penghindaran pajak, beban kepatuhan pajak yang tinggi, dan lain sebagainya.
Untuk itu, ADB memberikan empat rekomendasi yang bisa diterapkan negara-negara Asia Tenggara dalam mengoptimalkan penerimaan pajak di antaranya perluasan basis, perbaikan sistem administrasi pajak, peningkatan kepatuhan, dan peningkatan kerja sama perpajakan internasional.
Basis pajak dapat diperluas melalui perluasan cakupan PPh orang pribadi. ADB menilai perlu ada reformasi ketentuan yang mengecualikan pengenaan PPh atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi. Praktik pengelakan pajak oleh wajib pajak orang pribadi juga perlu diminimalisasi.
Basis pajak juga perlu dapat diperluas melalui pengenaan pajak kekayaan. ADB memandang pajak kekayaan sebagai pajak yang amat progresif. Meski demikian, hingga saat ini pajak kekayaan masih belum sepenuhnya diadopsi oleh negara-negara Asia Tenggara.
Selain itu, ADB menilai desain pajak properti yang berlaku juga perlu diperbaiki. Pajak properti sulit dihindari oleh wajib pajak mengingat properti adalah aset berwujud yang tidak dapat dipindahkan oleh wajib pajak.
Tak ketinggalan, ADB mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk mulai mengenakan pajak yang berorientasi lingkungan seperti pajak atas penggunaan bahan bakar fosil serta mengenakan pajak atas jasa digital.
Dalam aspek peningkatan kepatuhan, ADB mendorong negara Asia Tenggara untuk mulai memungut pajak dari sektor ekonomi informal. Hal ini dinilai penting untuk menjaga moral pajak serta mengerek setoran pajak, termasuk PPN.
Perihal sistem administrasi perpajakan, ADB mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk terus mengembangkan sistem pelaporan dan pembayaran pajak secara online demi menekan beban kepatuhan wajib pajak. Komunikasi kepada wajib pajak juga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran dan literasi perpajakan di masyarakat.
Terakhir, ADB meminta kepada negara-negara Asia Tenggara untuk lebih aktif dalam menjalin kerja sama perpajakan. Kerja sama dapat dijalin untuk meningkatkan pengawasan atas wajib pajak orang kaya dan korporasi multinasional.
Selama ini, orang kaya dan korporasi multinasional cenderung dipandang sebagai pihak berperan aktif menggerus basis pajak melalui aggressive tax planning dan profit shifting. Kerja sama internasional juga bisa meningkatkan persepsi publik atas sistem pajak yang berlaku. (rig)