Tampilan awal pendapat BPK terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.Â
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menerbitkan pendapat khusus atas pengelolaan dan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional.
Dalam laporan berjudul Pengelolaan atas Penyelenggaraan Program JKN, BPK menilai sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2012-2019 masih belum sepenuhnya tercapai.
"Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan masih terdapat permasalahan mendasar dalam pelaksanaan program JKN, baik terkait dengan kepesertaan, pelayanan, maupun pendanaan," tulis BPK, dikutip Kamis (11/2/2021).
Dari aspek kepesertaan, BPK menilai pemerintah belum memenuhi target untuk mencapai universal health coverage. BPK menilai sistem database program JKN masih belum terintegrasi dengan sistem database milik kementerian dan lembaga (K/L).
Akibatnya, pemerintah masih belum mampu merespons dinamika perubahan kependudukan. Data kepesertaan program JKN juga belum disajikan secara valid dan real time.
Pada aspek pelayanan, peserta JKN dinilai masih belum mendapatkan pelayanan yang optimal akibat beberapa kendala. BPK menilai pendefinisian kebutuhan dasar kesehatan pada UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) masih belum jelas.
Selanjutnya, pemberian pelayanan kepada pasien juga masih belum dapat dilaksanakan dengan cepat akibat kendala administrasi. Dari sisi regional, pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat juga masih belum merata.
Dari sisi pendanaan, BPK menyoal defisit yang terus terjadi dalam pendanaan program JKN meski pemerintah telah menyuntikkan dana pada Dana Jaminan Sosial (DJS).
BPK menilai masalah pendanaan tersebut timbul karena BPJS Kesehatan masih belum memiliki mekanisme pengumpulan iuran yang optimal, terutama atas peserta pekerja penerima upah (PPU) dan pekerja bukan penerima upah (PBPU).
Pemerintah juga masih belum optimal menyelesaikan defisit keuangan DJS. Hal ini berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan kepada publik. Kontribusi daerah melalui APBD dalam pendanaan program JKN pun dirasa belum optimal.
Dalam laporannya, BPK memberikan beberapa saran kepada pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Pertama, pemerintah harus mewujudkan data tunggal peserta program JKN secara real time dan valid serta terintegrasi antar-K/L.
Kedua, target universal health coverage perlu dicapai melalui koordinasi kelembagaan dan penyempurnaan peraturan dengan memasukkan kriteria identitas kepesertaan program JKN sebagai syarat dalam pelayanan publik hingga perbankan.
Ketiga, definisi kebutuhan dasar kesehatan pada UU SJSN perlu diperjelas agar sesuai dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas demi mewujudkan pelayanan program JKN yang optimal.
Pemerintah juga diminta untuk memperluas penerapan surat eligibilitas peserta hingga memperbaiki pengelolaan pemenuhan obat dengan melibatkan K/L, pemda, fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta, dan lain-lain.
Selanjutnya, defisit keuangan DJS perlu diminimalisasi melalui mekanisme pengumpulan iuran yang efektif, reformasi pembayaran kapitasi, reformasi peran FKTP, penyempurnaan aplikasi verifikasi klaim pelayanan kesehatan pada BPJS Kesehatan, program mitigasi defisit DJS yang sesuai dengan kemampuan fiskal, dan penguatan peran APBD dalam berkontribusi pada program JKN. (rig)