Tampilan awal PER-23/PJ/2020.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen pajak menerbitkan peraturan baru mengenai pembuatan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan (PPh) unifikasi.
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Dirjen Pajak No. PER-23/PJ/2020. Beleid yang berlaku mulai 28 Desember 2020 ini mencabut PER-20/PJ/2019. Otoritas menyatakan PER-20/PJ/2019 perlu diganti untuk lebih memberikan kemudahan serta kepastian hukum.
“Dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dalam pembuatan bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan serta penyampaian Surat Pemberitahuan Masa pajak penghasilan unifikasi,” demikian bunyi penggalan bagian pertimbangan dalam PER-23/PJ/2020, dikutip pada Rabu (6/1/2021).
Dalam Pasal 2 ditegaskan pemotong/pemungut PPh wajib membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan menyerahkannya kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut. Kemudian, mereka wajib melaporkan kepada Ditjen Pajak (DJP) menggunakan SPT Masa PPh unifikasi.
Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi adalah dokumen dalam format standar atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh pemotong/pemungut pph sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang telah dipotong/dipungut.
SPT Masa PPh unifikasi adalah SPT Masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam satu masa Pajak.
SPT Masa PPh unifikasi meliputi beberapa jenis PPh, yaitu PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi berbentuk formulir kertas atau dokumen elektronik yang dibuat dan disampaikan melalui aplikasi e-bupot unifikasi.
“Pemotong/pemungut PPh menyampaikan SPT Masa PPh unifikasi … beserta lampirannya sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara penyampaian, penerimaan, dan pengolahan Surat Pemberitahuan,” bunyi penggalan Pasal 2 ayat (4).
Pemotong/pemungut PPh tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh unifikasi jika pada suatu masa pajak, pertama, tidak terdapat objek pemotongan dan/atau pemungutan yang harus diterbitkan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi. Kedua, tidak terdapat pelunasan PPh terutang atas suatu transaksi/kegiatan yang dilakukan dengan cara penyetoran sendiri. (kaw)