Pekerja melinting rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Pabrik Rokok Dasmil Kuncung, Desa Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin (14/12/2020). Kementerian Koordinator Perekonomian menyambut positif keputusan Kementerian Keuangan yang tidak meningkatkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok jenis SKT.(ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/rwa)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Koordinator Perekonomian menyambut positif keputusan Kementerian Keuangan yang tidak meningkatkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT).
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian Atong Soekirman mengatakan industri rokok jenis SKT memiliki peran besar dalam menyerap tenaga kerja dan menyerap tembakau lokal sehingga perlu didukung di tengah pandemi Covid-19.
"Menurut kami ini sangat bijak, bahkan dulu Pak Darmin Nasution [mantan Menko Perekonomian] pernah mempertimbangkan SKT kalau bisa tidak naik dan alhamdulillah SKT kali ini cukainya tidak naik," ujar Atong, Rabu (23/12/2020).
Berdasarkan pemaparan Atong, pada pertengahan tahun 2000 tercatat jumlah pabrik rokok mencapai kurang lebih 4.000 pabrik. Namun, pada tahun ini jumlah industri rokok telah menurun menjadi tinggal kurang lebih 500 pabrik saja.
Meski jumlah pabrik turun, Atong mencatat jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri rokok terutama pabrikan rokok jenis SKT mencapai 7 juta tenaga kerja, baik yang terserap secara langsung maupun secara tidak langsung dalam proses distribusi.
Lebih lanjut, kontribusi industri rokok terhadap PDB mencapai 0,89% pada 2019 dan 0,85% pada kuartal III/2020. Dengan demikian, perekonomian Indonesia masih memerlukan peran industri rokok sehingga keberlangsungan industri rokok perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah.
"Industri rokok ini kita memang masih membutuhkan karena peran serta dari sisi penerimaan dan lapangan kerjanya bagus," ujar Atong.
Perlu dicatat, industri rokok juga terdampak oleh pandemi Covid-19. Pada kuartal II/2020, kontraksi industri rokok tercatat mencapai -10.84% dan masih terkontraksi hingga -5,19% pada kuartal III/2020.
Dari sisi kegiatan ekspor dan impor, tampak ekspor industri rokok pada kuartal III/2020 mengalami kontraksi hingga -26,3%, sedangkan impor oleh industri rokok mengalami kontraksi hingga -7,5%.
Sepanjang pandemi Covid-19 mulai dari April hingga November 2020, tercatat utilisasi produksi oleh industri rokok hanya sebesar 57,5%, di bawah utilisasi produksi sebelum pandemi Covid-19 yang mencapai 66%.
Utilisasi produksi yang menurun tersebut berdampak terhadap sektor-sektor dan pihak-pihak yang terkait dengan pabrik rokok seperti buruh pabrik rokok, petani tembakau, dan pedagang ritel. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.