Kantor pusat Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTCNews - UU No. 10/2020 tentang Bea Meterai memerinci ketentuan pemeteraian kemudian. Pada UU terbaru, pemeteraian kemudian didefinisikan sebagai pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
Pada Pasal 1 ayat (2) dari UU Bea Meterai sebelumnya yakni UU No. 13/1985, pemeteraian kemudian adalah cara pelunasan bea meterai melalui pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
Kali ini, pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar serta dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
"Pihak yang wajib membayar bea meterai melalui pemeteraian kemudian ... merupakan pihak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9," bunyi Pasal 17 ayat (2) UU No. 10/2020, seperti dikutip Senin (2/11/2020).
Meski demikian, pada pasal penjelas dari Pasal 17 ayat (2) dijelaskan dalam pelaksanaannya pembayaran bea meterai melalui pemeteraian kemudian dapat dilakukan oleh pemegang dokumen baik sebagai pihak yang terutang maupun bukan pihak yang terutang.
Bila pemeteraian kemudian dilakukan akibat adanya dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar, maka pihak yang terutang wajib membayar bea meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 100% dari bea meterai terutang.
Sanksi administrasi yang berlaku pada UU Bea Meterai terbaru lebih rendah dari sanksi pada ketentuan lama yang mencapai 200%. Pihak yang terutang yang tidak atau kurang membayar bea meterai bakal diterbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan.
Pada surat ketetapan tersebut bakal tercantum jumlah kekurangan bea meterai ditambah dengan sanksi administrasi yang dikenakan akibat tidak atau kurang dibayarnya bea meterai. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeteraian kemudian akan diatur melalui peraturan menteri keuangan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.